![]() |
Habib Rizieq, Fahri Hamzah dan Fadli Zon |
Dari banyak tokoh di Indonesia,
terus terang saya paling iba sama satu tokoh ini..
Namanya Rizieq Shihab. Dia
sekarang tinggal di Saudi. Jauh dari kampung halaman, tempat kelahiran dan
saudara-saudara dekatnya sendiri.
Anda bisa bayangkan perasaan
rindu yang ada didadanya, tapi dia tidak mampu luapkan karena ternyata ada
perasaan yang lebih kuat daripada sekedar rindu. Yaitu, takut kasus lamanya
dibuka kembali..
Kasus aib inilah yang bisa membuat
seorang Rizieq Shihab, yang digelari Singa Allah oleh pendukungnya, mampu
bertahan sekian lama ngungsi di luar negeri. Kalau kasus penghinaan, tudingan
makar dan sebagainya, dia bisa hadapi dengan gagah. Tapi kalau sudah aib, mau
dibawa kemana muka?
Mungkin ia tidak begitu, mungkin
juga ia terlalu takut akan bayangan ketakutannya sendiri..
Tapi belum cukup rasa iba saya,
ada hal yang membuat saya lebih jatuh iba padanya..
Rizieq Shihab selama disana
dimanfaatkan betul oleh banyak tokoh untuk menaikkan pamor mereka. Ya, Rizieq
bisa dianggap sebagai "asset", cara murah untuk menaikkan brand
seseorang.
Apalagi saat musim politik, nama
Rizieq - bagi sebagian orang - adalah jaminan. Mau jadi Presiden, kunjungi
Rizieq. Mau jadi Gubernur, datangi dulu Rizieq. Sekarang mendekati Pileg dan
Pilpres, kunjungan ke Rizieq semakin gencar.
Gak setuju dengan pandangan saya
? Silahkan. Tapi itulah yang terjadi. Hukum pasar berlaku disini. Ada
penawaran, ada permintaan. Ada penjual, pasti ada pembeli.
Rizieq memang punya banyak
pengikut. Lebih banyak lagi adalah simpatisan. Tapi pengikut dan simpatisan itu
hanya diperlakukan sebagai "pasar" saja oleh tokoh-tokoh yang
mengunjunginya.
Mereka bukan penentu keputusan.
Kalau kata orang, hanya dipake untuk dorong mobil mogok. Kalau sudah jalan, ya
ditinggal. Sambil ucapkan terimakasih, dadah dadah, sambil senyum lebar, dan menghilang..
Gak percaya ? Lihat saja kasus La
Nyala Matalitti, calon Gubernur Jatim pada waktu itu. La Nyalla sudah pede
sekali membawa dukungan Rizieq dari Mekkah, lengkap dengan poto berdua yang
menggambarkan "eratnya hubungan". Tapi apakah Gerindra mau berikan
dukungan ? Entar dulu. Itu masalah berbeda..
Tokoh yang jauh lebih tinggi
kedudukannya dari La Nyala Matalitti juga banyak. Prabowo pernah kesana. Amien
Rais juga.
Tapi kunjungan kedua tokoh
oposisi itu apakah mempengaruhi pilihan pendamping Prabowo sesuai himbauan
Rizieq ? Tidak juga. Tetap aja yang dipilih yang bisa nabok dengan gemulai.
Seruan Rizieq kembali "dikacangin". Jadi disini ada perbedaan besar
antara popularitas dan pengaruh. Populer belum tentu berpengaruh.
Disinilah saya merasa ada yang
"salah" dari orang2 disekitar Rizieq Shihab, yang selalu memanfaatkan
namanya, tapi tidak mendengarnya.
Rizieq jadi seperti nama jalan
Malioboro di Jogjakarta, dimana setiap orang kesana pasti bangga foto dibawah
nama jalannya. Untuk belanja, sih nanti dulu. Soalnya sekarang disana apa-apa
mahal..
Saya menulis ini bukan untuk
mengejek, apalagi menghina. Justru ini ungkapan terjujur dari orang yang
perduli, diluar dari orang disekitarnya yang selalu memuji. Mungkin menyakitkan
hati, tapi setidaknya bisa membuatnya berfikir untuk mulai menata diri kembali.
Kecuali ada transaksi jual beli,
yah, mau gimana lagi?
Mungkin kapan-kapan saya ingin
ngopi dengan beliau. Sekedar untuk mendengar banyak cerita tentang apa yang
terjadi disana. Berdua saja. Biar jika ada cerita kesedihan yang menusuk, saya
bisa sediakan bahu yang bidang untuk mencurahkan segala perasaan..
Mungkin disana saya akan mulai
memanggilnya Habib, karena gelar Habib itu berarti "kecintaan". Dan
siapa tahu saya jatuh cinta sesudah mendengar "petuah-petuah
sejuknya"..
Seruput dulu ah kopinya.