![]() |
Farhat Abbas (Instagram) |
"Yang memilih Jokowi masuk
surga. Yang tidak, masuk neraka...."
Begitu tulisan Farhat Abbas dalam
status di Instagramnya. Dan pernyataan ini sontak mendapat reaksi keras yang
datang baik dari mereka yang pro Jokowi maupun yang kontra.
Meskipun Farhat mencoba
mengklarifikasi bahwa "Itu hanya berbalas pantun" tetapi reaksi yang
datang justru berbeda. Ia akhirnya mendapat teguran keras dari rekan-rekannya
bahwa menggunakan narasi akhirat itu akan menaikkan tensi politik dalam isu
agama.
Raja Juli Antoni, Sekjen PSI,
langsung menegur Farhat Abbas dan menolak jika Farhat dibilang sebagai juru
bicara dari tim kampanye Jokowi.
Sebelum Farhat, kita juga melihat
"ganasnya" Ali Mochtar Ngabalin, yang diangkat sebagai tenaga ahli di
Kantor Staf Presiden dalam membela pemerintah. Ngabalin yang kemudian diangkat
menjadi Komisaris Angkasa Pura ini, juga ditegur oleh sesama pendukung Jokowi
seperti Dedi Mulyadi, politisi Golkar.
Menurut Dedi, gaya frontal
Ngabalin cenderung bisa menurunkan elektabilitas Presiden. "Problemnya
bukan di popularitas, tetapi elektabilitas Jokowi jangan sampai tergerus,"
katanya.
Memang ada dualisme sikap di
barisan pendukung Jokowi dalam menyikapi keberadaan Farhat Abbas dan Ali
Mochtar Ngabalin.
Sebagian menganggap bahwa gaya
frontal itu sebagai strategi menghajar "jubir" Prabowo yang arogan
dan seenaknya ketika berbicara di depan publik, seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah
dan Amien Rais.
Sedangkan sebagian lagi
menganggap bahwa justru sikap frontal yang "kurang cerdas" seperti
itu malah akan menggerus suara Jokowi, terutama dari para pemilih ngambang
"swing voters" yang belum menentukan siapa yang akan mereka coblos di
pilpres nanti.
Saya pribadi, awalnya setuju
ketika Ali Mochtar Ngabalin menjadi bumper untuk menghadapi arogansi lawan
politik Jokowi. Tetapi lama kelamaaan saya melihat justru sikap arogansi yang
ditunjukkan Farhat Abbas dan Ngabalin itu kebablasan - bahasa Suroboyo yang
berarti kelewatan.
Jika Farhat Abbas
"bablas" dengan memainkan isu surga dan neraka, sedangkan Ali Mochtar
Ngabalin lebih pada sikap arogan yang cenderung tidak pada tempatnya. Mereka
berdua masih kurang cerdas dalam memainkan narasi-narasinya dan cenderung emosional
sehingga membuat jengah para pendukung Jokowi sendiri.
Saya lebih suka gaya Adian
Napitupulu yang tenang tetapi kata-katanya membungkam. Atau gaya Irma Chaniago
dari Nasdem yang lantang tetapi tetap menjaga ritme bicaranya yang menusuk
jantung lawan.
Ini memang masalah kecerdasan
sikap. Sikap provokatif dan cenderung ngajak gelut, seharusnya ditinggalkan dan
ganti dengan kefasihan kata-kata yang andal.
Menurut penelitian lembaga survei
Alvara Research Centre, swing voters berada pada kisaran lebih dari 19 persen,
dan ini angka yang besar. Mereka baru menentukan pilihan saat mendekati hari
pencoblosan sambil melihat-lihat dulu banyak kemungkinan. Yang ditakutkan,
mereka ini akan condong ke Prabowo karena memutuskan tidak menyukai
"jubir" Jokowi dengan sikap arogansi yang kelewatan.
Belum lagi jumlah pemilih
milenial mencapai sekitar 40 persen di tahun depan. Termasuk di kelompok ini
adalah pemilih yang "fun" dan tidak menyukai kebisingan. Jadi sangat
mungkin mereka tidak memilih Jokowi karena jubirnya yang "gak gue
banget.."
Sudah seharusnya timses Jokowi
mengubah pola serangan menjadi serangan yang elegan, bukan yang membabi buta (
sudah babi, buta pulak).
Jokowi sudah tergambar sebagai
sosok yang cerdas, brilian dan matang. Jangan hanya karena "jubir"nya
yang grusa-grusu, akhirnya bangunan itu runtuh dalam semalam. Menyerang harus,
tetapi serangan yang tidak terpola dan condong asal bacot saja, akan membuat
simpati berubah arah. Dan jangan kaget kalau akhirnya serangan balik datang dan
gawang kebobolan.
Jika ingin menang, timses Jokowi
harus mencetak Adian Napitupulu dan Irma Chaniago sebanyak-banyaknya. Buat para
penonton tertawa karena argumen juru bicaranya benar. Bukan membuat penonton
emosi karena mereka terbakar.
Pilpres ini seharusnya menjadi pertarungan
sekelas Liga Inggris, bukan liga tarkam. Kalau liga tarkam, sudah mainnya
gerudukan, pemainnya emosian, wasit dikejar-kejar, tambah lagi penontonnya main
keroyokan. Berprestasi nggak, muka bonyok dibanggakan.
Gak setuju silakan, yang penting
seruput kopi dulu biar paham.
Tagar.id