Sebenarnya kasus Dahnil Anzar Simanjuntak ini, kasus biasa saja..
Polisi mendapat laporan bahwa Kemah dan apel Pemuda Islam, yang melibatkan
GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah, terindikasi mark up saat pelaksanaan acara.
Indikasi mark-upnya dimana?
Ada di Laporan Pertanggung Jawaban atau LPJ pelaksanaan acara. Di LPJ itu
ada tanda-tangan Dahnil, bahwa dana 2 miliar yang diterima Pemuda Muhammadiyah
sudah dilaksanakan sesuai prosedur. Jadi, Dahnil sebagai Ketua Umum Pemuda
Muhammadiyah "tahu" penggunaan dananya.
Masalah jadi besar, ketika Dahnil sendiri mendadak bicara bahwa pemanggilan
dia oleh polisi karena dia sering mengkritik pemerintah. Ini menyudutkan polisi
karena dikhawatirkan pandangan yang beredar bahwa polisi bertindak atas dasar
politis menjelang Pilpres 2019.
Akhirnya polisi pun buka-bukaan, bahwa Dahnil mengakui jika sudah
mengembalikan dana 2 miliar ke Kemenpora. Dana pengembalian itu diambil dari
kas PP Muhammadiyah, sedangkan dana dari Kemenpora sudah habis dipakai.
Ini yang bikin heran polisi, "Kenapa kok dikembalikan? Berarti ada
sesuatu dong?". Apalagi pengembaliannya baru sekarang, sesudah setahun
pelaksanaan Kemah Pemuda itu berjalan.
GP Ansor pun sudah diperiksa dan tidak ditemukan ada indikasi
penyalahgunaan uang dari Kemenpora sebesar 3,5 miliar rupiah. Jadi pemeriksaan
berimbang, bukan hanya menyudutkan satu ormas.
Permasalahan intinya menurut polisi, bukan dari mana asal dana Kemenpora
untuk pelaksanaan, tetapi pertanggungjawaban dana yang tidak sesuai lapangan.
Semisal ajukan dana untuk 10 ribu anggota, yang hadir cuman 2 ribu orang.
Tetapi di LPJ tertulis hadir 10 ribu orang. Ini yang disebut mark up.
Permasalahan tambah besar ketika Dahnil menggunakan tameng Muhammadiyah dan
Pemuda Muhammadiyah untuk berlindung dibalik penyelidikan. Padahal seharusnya
jika ia benar, untuk apa menggunakan ormas sebagai tamengnya ?
Ini masalah pertangggungjawaban individu, bukan organisasi. Seperti misal,
jika kepala daerah dari partai anu korupsi, ya itu tanggung jawab individu
bukan partai. Masak harus bawa-bawa nama partai? Kan ngehek namanya..
Apalagi sekarang diedarkan berita bahwa Muhammadiyah sedang diacak-acak
karena tidak sejalan dengan pemerintah dengan adanya kasus ini. Ini namanya mau
cuci tangan. Urusan pribadi, bawa-bawa nama organisasi. Mencoba
membentur-benturkan supaya mendapat simpati.
Seharusnya dari sini Muhammadiyah dan Pemuda Muhammadiyah juga cepat
memberikan klarifikasi, bahwa urusan Dahnil Anzar adalah urusan individu bukan
masalah organisasi.
Karena kalau akhirnya Dahnil terbukti bersalah dan organisasi ini tidak
cepat melepaskan diri dari masalah individu, akhirnya stigma masyarakat akan
berjalan bahwa organisasi melindungi pelaku korupsi. Habis nama Muhammadiyah
nanti. Jangan mau nama organisasi yang didirikan sejak lama diseret-seret untuk
masalah kepentingan pribadi.
Cerita ini makin menarik dan kita tunggu perkembangan selanjutnya sambil
seruput secangkir kopi..