![]() |
PBNU |
Pak Wiranto Menkopolhukam
Yang terhormat
Sejak awal saya sudah pesimis
dengan gerakan bapak menggelar "Dialog Kebangsaan"..
Bukan dialognya yang bermasalah,
tetapi ketika bapak mengumpulkan dua organisasi Islam besar, yaitu NU dan
Muhammadiyah, bersama ormas seperti FPI dan PA 212.
Apa yang bapak lakukan malah
memberi panggung kepada ormas yang sedang cari perhatian ini.
Dan benar saja, selesai
pertemuan, FPI dan PA 212 langsung membangun persepsi bahwa "bendera
HTI" bukan "bendera tauhid". Mereka berbicara di depan media
bahwa bendera HTI ada tulisan Hizbut Thahrir Indonesia, sedangkan bendera
tauhid tidak.
"Jadi yang dilarang adalah
bendera HTI, bukan bendera tauhid", begitu kata mereka disambut sorak
sorai pendukungnya.
Tolong dicatat bapak Wiranto,
pernahkah HTI mengibarkan bendera hitam yang ada tulisan Hizbut Thahrir nya ?
Tidak pernah kan ? Yang selalu mereka kibarkan adalah bendera hitam tanpa
tulisan nama partainya.
Dan bendera hitam yang disebut
FPI dan PA 212 itu sebagai "bendera yang tidak dilarang berdasar
kesepakatan bersama", itu juga yang dikibarkan organisasi teroris AlQaeda,
Boko Haram, ISIS dan Taliban. Arab Saudi saja melarang bendera itu, lalu kenapa
Indonesia membolehkannya ?
Akhirnya baru saya tahu, bahwa
FPI dan PA 212 melakukan pelintiran informasi melalui media. Dan NU jugalah
yang bersuara bahwa itu hanya klaim sepihak. NU merasa tidak ada kesepakatan
bersama bahwa bendera hitam itu adalah bendera tauhid. Tidak pernah.
Apa pelajaran yang kita dapat
dari sini, bapak Menkopolhukam ?
Bahwa kita boleh saja berfikir
baik kepada semua pihak. Memelihara serigala mempunyai resiko kita akan
diterkam ketika lengah, karena pada dasarnya habitat mereka adalah alam liar.
Jadi menempatkan serigala dengan manusia dalam satu rumah, bukanlah hal yang
bijak.
Jelas ketika bapak Wiranto
menempatkan FPI dan 212 dalam satu level dengan NU dan Muhammadiyah, itu
kesalahan besar. Itu akan membesarkan kelompok kecil dan rese itu, dan
mengecilkan peran besar NU dan Muhammadiyah dalam bernegara. Dan lihat saja,
bagaimana ormas-ormas baru lahir itu mencuri panggung dengan menerkam bagian
belakang pemerintah ketika lengah.
Saya kebayang jika FPI dan PA 212
diberi panggung dalam kehidupan bernegara kita. Apa yang terjadi dalam
demokrasi ini ? Mereka terbiasa memaksakan kehendak dengan menggerakkan massa,
melakukan persekusi hanya karena tidak suka dan cenderung anarkhi ketika sedang
berada di jalan raya.
Lihat, dalam hal kecil saja
masalah bendera HTI, mereka sudah melakukan klaim sepihak. Apa lagi ketika
mereka dilibatkan dalam hal besar. Wah, bisa besar kepala..
Pak Wiranto ingat ketika ISIS
pertama kali muncul di Suriah, FPI bilang bahwa ISIS adalah saudara sesama
muslim kita ? Bahkan video Munarman berbaiat kepada ISIS pada waktu itu beredar
kemana-mana. Model seperti inikah yang ingin diberi ruang lebih luas ?
Jangan sampai menyesal ketika
Alqaeda dan ISIS menyusup melalui ormas-ormas seperti ini sebagai mesin
perangnya di Indonesia. Dan memberi mereka panggung bersama NU dan Muhammadiyah
yang sudah terbukti membela negara, jelas itu kekacauan logika.
Pak Wiranto, kita memang mencari
solusi supaya semua pihak bisa tenang. Tetapi jangan sampai situasi ini
dianggap bagian dari kompromi terhadap radikalisme dan intoleransi di negeri
ini. Seharusnya bapak sangat mengerti, kelompok radikal ini ketika kita lemah,
mereka akan semakin menggencarkan kekuatannya untuk menekan kita.
Kita boleh bijak, tetapi yang
terpenting kita juga harus cerdas. Sudah berapa kali mereka terbukti
"menggigit" ketika diberi kesempatan. Mudah-mudahan kita cepat sadar,
sebelum mereka nanti menerkam..
Sebagai usul, bapak Wiranto yang
terhormat, nanti kalau ada model dialog kebangsaan lagi yang melibatkan ormas
Islam, biarlah itu wilayah NU dan Muhammadiyah saja. Jangan undang mereka,
ribet. Kecilkan perannya, anggap tidak ada.
Saya rasa cukup sekian dulu surat
saya, karena secangkir kopi sudah menggoda untuk diseruput sebelum hilang
panasnya..