Sejak awal saya sudah menganalisa
bahwa Prabowo ini pada dasarnya baik, terlalu baik malah. Rekam jejaknya saat tidak
membolehkan anggota DPR dari Gerindra kunker ke luar negeri demi menghindari
kecurigaan masyarakat, menunjukkan bahwa ia ingin menjadikan Gerindra partai
yang baik.
Kemampuannya menurunkan harga
dirinya menjadi cawapres Mega tahun 2009 lalu menunjukkan ia bisa merendahkan
diri jika diminta. Keinginannya menjadikan Abraham Samad menjadi cawapres-nya
dulu menunjukkan komitmennya terhadap memberantas korupsi tinggi.
Sayangnya sifat temperamental dan
"senang diangkat" adalah kelemahan terbesarnya sehingga ia mudah
sekali dimanfaatkan oleh orang-orang di dalam ring-nya sendiri.
Prabowo menunjukkan ia tidak
mampu bermain politik yang rumit dimana kawan sebenarnya adalah lawan yg tidak
terlihat. Sulit sekali bagi Prabowo memisahkan mana orang munafik dan yang
benar. Akhirnya yang benar tersingkir dan kelompok munafik menguasainya.
Bagi yang memanfaatkannya,
Prabowo adalah simbol yg bisa dijual, selain dari uangnya dan uang adiknya yg
gak berseri. Mungkin karena sejak kecil ia tidak pernah hidup susah. Susah
baginya hanya saat tidak ada uang dikantong pribadinya, bukan karena sulitnya
mencari makan. Hidup baginya adalah kemudahan, sehingga naluri bertahannya di
dunia politik Indonesia yang buas menjadi lemah.
Dan perasaan halusnya diluar
sifat temperamental, membuat ia mudah tersentuh. Ia juga mampu mengakui
kesalahannya dengan ksatria. Bukan karena ia ksatria, tapi karena ia memang
ingin sekali menjadi seorang ksatria dalam hidupnya.
Prabowo adalah prajurit sejati.
Kopassus dibawahnya mengalami peningkatan kesejahteraan dan menjadi anak emas,
ini yang membuat iri kesatuan TNI AD lainnya sehingga sering ia dikerjai.
Satu hal yang membuat kita harus
berterima-kasih kepadanya. Pada saat ia dicopot dari jabatannya, ia tidak
memberontak dan mengumpulkan kekuatan yang menjadikan negara ini semakin ricuh
seperti yang terjadi di negara-negara Afrika dan timur tengah. Rasa hormat yang
sama saya berikan kepada Wiranto yang tidak aji mumpung saat kejatuhan Soeharto
Pertemuannya dengan Jokowi
menyentuh sisi halusnya. Ada kesamaan pandangan, dan ia mengakui bahwa Jokowi
adalah orang yang mampu mewujudkan pandangannya selama ini. Karena itulah
didalam Gerindra sendiri sempat ada wacana mengundang Jokowi menjadi ketua
umumnya.
Prabowo hanya salah berteman, itu
saja. Orang-orang yang simpati padanya ngeri dengan wajah2 rakus dan ganas
dibelakangnya.
Hal paling sederhana sebenarnya
mampu terlihat secara kasat mata.
Bagaimana seseorang yang terbiasa
sejak kecil hidup dan memamerkan kemewahan mampu berbicara tentang kemiskinan?
Bagaimana seseorang yang
mempunyai nafsu yang sangat besar kepada dirinya mampu berbicara tentang
mengangkat harkat orang banyak?
Bagaimana seseorang yang sangat
emosional mampu memerintah dengan kepala dingin?
Bagaimana seseorang yang selalu
berbicara tentang materi mendapatkan sebuah makna?
Bagaimana kesombongan bisa berbicara
tentang kerendahan hati?
Bagaimana bisa seseorang yang
sebagian besar hidupnya berada di barat berbicara tentang timur?
Prabowo mungkin bukan peminum
kopi. Ia terlalu manis untuk sebuah kenikmatan sejati, karena pahit tidak ada
dalam kamusnya.