![]() |
Abdul Somad dan Habib Luthfi bin Yahya |
Yang saya kagumi dari organisasi
khilafah bernama Hizbut Tahrir Indonesia ini adalah kemampuan manajemennya
dalam menciptakan seseorang dari nobody menjadi somebody.
HTI mempunyai kelengkapan untuk
itu, mulai dari kemampuan menguasai media sosial sampai jaringan televisi, dana
yang aduhai berasal dari sumbangan anggota sampai membangun jaringan penonton
yang mau membayar.
HTI juga berfungsi sebagai
pencari bakat mereka yang punya kemampuan "public speaking" ditambah
mengerti agama, lalu mengorbitkannya melalui youtube dan mendistribusikannya ke
channel-chanel mereka yang tersebar.
Sebuah kemampuan yang gagal di
adaptasi oleh organisasi muslim besar seperti NU dan Muhammadiyah yang masih
gagap teknologi.
Dari sana lahirlah seorang Felix
Siauw dan Abdul Somad. Seorang entertainer di bidang agama.
Abdul Somad mempunyai tingkat
keilmuan yang lebih tinggi dari Felix Siauw yang karbitan. Jejak pendidikannya
mumpuni dalam ilmu agama, tetapi tanpa dipoles dengan kemampuan penguasaan
teknologi media sosial yang canggih, dia bukanlah siapa-siapa. HTI membangunkan
jalannya yang menjadikan ia terkenal dan jelas pada akhirnya berpenghasilan.
Bagi HTI, orang seperti Felix Siauw
dan Abdul Somad dijadikan "corong" konsep khilafah mereka, sekaligus
menarik simpati anak muda yang ingin belajar agama supaya akhirnya masuk HTI
sekaligus juga sebagai tambang uang bagi kas organisasi mereka.
Jadi tidak heran, jika jadwal
"manggung" Abdul Somad sudah penuh selama dua tahun ke depan. Lewat
jaringan HTI dari ujung ke ujung aja, jadwal manggung sudah muntah-muntah.
Siapa yang tidak terpikat ketika kebutuhan ekonomi seseorang akhirnya tercapai?
Bedanya, Abdul Somad masih
mempunyai jiwa nasionalisme didadanya, dibandingkan Felix Siauw yang
khilafahnya udah karatan.
Sehingga ada satu waktu ia sadar,
sesudah berbenturan sana sini, ditolak sini sana, ia merasa "ada yang
hilang". Bagaimana bisa dia yang selalu ceramah tentang eratnya
persaudaraan diantara sesama muslim, dalam kondisi nyata tidak mampu
mengeratkan dirinya sendiri dengan saudara muslimnya yaitu NU?
Datanglah ia ke Maulana Habib
Luthfi bin Yahya di Pekalongan, dan barulah ia menemukan akar dirinya yang
ternyata bagian dari Nahdlatul Ulama. Dan di jiwa NU ada nafas NKRI yang kental
yang tidak bisa mati, beda dengan HTI yang ingin menghilangkan semua jati diri.
Sesudah menemukan dirinya
kembali, datanglah ia menemui KH Maimoen Zubair dan mulailah ia mengenal ilmu
tawadhu atau kerendahan hati.
Dalam perjalanan itu, seorang
Abdul Somad akhirnya menyadari bahwa diatas langit masih ada langit. Ia merasa
kecil dan tidak berarti sehingga merasa perlu berguru kembali.
Di lingkungan HTI ia boleh
menjadi "raja" atas keilmuan, tetapi di sekitar NU ia baru paham
bahwa ternyata ia masih di sekolah dasar. Dan dari rekam jejaknya, Abdul Somad
memang orang yang suka mencari ilmu. Ia menempuh pendidikan agama dari bawah
sampai level S2 melalui beasiswa.
Di tangan Habib Luthfi lah, Abdul
Somad diajarkan untuk memerangi faham-faham Wahabi yang ingin menggerus faham
Ahlusunnah wal Jamaah di Indonesia. Ia baru sadar, bahwa selama ini faham
Wahabi melalui HTI inilah yang mencengkeramnya dan mengenalkannya pada
popularitas dan ketenaran dunia tetapi miskin nilai, sehingga ia tidak
menemukan kedamaian di dalamnya.
Habib Luthfi bin Yahya memberinya
gelar Syekh sebagai pengganti gelar ustad yang menjadi ciri khas paham Wahabi
dalam memetakan jaringannya.
Syekh Abdul Somad gelarnya
sekarang. Semoga ia bisa menjadi panglima perang NU baru yang kelak akan
memerangi monster khilafah yang dulu membesarkannya.
Si anak hilang itu sudah
menemukan jalan pulang.