![]() |
Pemilu 2019 |
Aneh memang,
pencoblosan di luar negeri bermasalah lagi.
Hongkong,
Australia, Belanda, Korea Selatan dan banyak negara lainnya, banyak sekali
yang tidak kebagian waktu untuk mencoblos jagoannya. Padahal mereka sudah
terdaftar, sudah antre berjam-jam, bahkan banyak yang datang ratusan kilometer
jauhnya dari TPS, tapi tetap tidak bisa.
Alasannya
macam-macam. Ada yang waktu pencoblosan habis, ada yang waktu sewa gedung habis
ada juga yang kertas surat suara habis.
Padahal ini
bukan Pemilu yang pertama di luar negeri. Seharusnya KPU belajar dari
pengalaman sebelumnya dan menciptakan sistem yang tepat sehingga pemilih bisa
menggunakan haknya. Kenapa sistem harus terus diubah dan seperti terkesan
coba-coba?
Ada dua
kemungkinan melihat kisruhnya pemilu di luar negeri.
Pertama,
jumlah pemilih yang membludak dan jauh lebih besar dari tahun sebelumnya
sehingga KPU tidak siap.
Pilpres kali
ini memang dahsyat. Polarisasi tajam antar kedua kubu sudah dibangun sekian
lama dan mencapai puncaknya pada Pilgub DKI 2017. Di sini ada pertarungan dua
kelompok, kelompok NKRI dan kelompok agamis.
Dan kelompok
NKRI yang selama ini diam dan bangga sebagai "silent majority"
mendadak bangkit dan memenuhi TPS di luar negeri dengan satu pandangan bersama
untuk ikut menjaga negeri dari tekanan kelompok agamis.
Nama Jokowi
mendadak menjadi simbol perjuangan, sehingga mereka rela datang dari ratusan
kilometer jauhnya dari TPS, antre berjam-jam dengan kehujanan, supaya bisa ikut
serta menjaga negeri. Yang terjadi adalah penumpukan massa yang mengagetkan,
karena belum pernah situasi seperti ini terjadi.
Kemungkinan
kedua adalah hadangan dari kelompok agamis yang sebagian besar pendukung 02,
yang mencoba menghalangi para pendukung 01 yang memang banyak di luar negeri untuk
menggunakan hak suaranya. Para pemilih sengaja "digolputkan" dengan
tidak mendapatkan hak suara mereka.
Ada lagi
kemungkinan untuk mendelegitimasi KPU dengan adanya kekisruhan ini.
Dengan banyaknya permasalahan, dan kemungkinan pencoblosan ulang, maka sah
sudah tudingan yang selama ini diluncurkan bahwa KPU tidak beres. Dan ini bisa
dijadikan alasan jika ada pihak yang kalah, maka people power akan bergerak
seperti yang sudah diteriakkan Amien Rais sebelumnya.
Apa pun
masalahnya, seharusnya KPU, Bawaslu, PPLN dan semua penyelenggara yang
terlibat, harus punya visi untuk menyelamatkan negeri ini dengan membangun
kredibilitas independen dan siap melaksanakan pemilu yang adil. Jangan lagi ada
kecenderungan berpihak kepada salah satu kubu. Jika tidak, pecah negeri ini.
Pantau terus
pemilu di luar negeri. Desakkan dan viralkan kecurangan-kecurangan yang
terjadi. Pemilu kali ini lebih berbahaya, karena di sini ada ruang ideologi
yang hendak dipaksakan menang dengan segala konsekuensinya. Dan mereka sudah
ada di mana-mana, bahkan di perangkat pemilu kita.
Seruput
kopinya!