![]() |
Harlah NU 73 di GBK |
Saya dipameri
terus foto kampanye akbar Prabowo di GBK yang katanya penuh dihadiri jutaan
orang..
Entah kenapa
saya jadi sasaran. Kayaknya mereka gemas karena setiap kali narasi mereka yang
selalu bicara "juta juta" terus dimentahkan.
Ya, GBK
memang penuh. Warna putih dari setiap sudut GBK terlihat. Itu harus diakui
memang. Masalahnya, apa hebatnya ??
Bulan Januari
2019, muslimat NU mengadakan harlah ke 73 di GBK juga. GBK mendadak hijau dari
sudut ke sudut. Miriplah dengan jumlah mereka yang hadir tadi siang.
Kira-kira
berapa jumlah peserta yang diklaim oleh NU saat harlah ke 73 itu ? 100 ribu
doang. Tidak sampai berjuta juta seperti kata mereka. NU gak bisa bohong, dosa
kata mereka.
Jelas
orang-orang NU ngakak melihat kaum monaslimin bangga-banggaan karena merasa
sudah memenuhi GBK. NU itu baru muslimatnya saja yang keluar, sudah penuh tuh
GBK. Itu juga belum semua, baru perwakilannya aja..
Gimana kalau
seluruh NU yang keluar, pria dan wanita, seluruh santri yang diperkirakan ada
puluhan juta, datang ke Senayan semua ? Bukan hanya GBK, Jakarta pasti sempit
dibuatnya.
Tapi NU tidak
pernah jumawa. Tidak pernah juga mengklaim berjuta juta. Orang NU paham
matematika. Bahwa kapasitas duduk di GBK hanya 76 ribu saja. Tambah 10 ribu
yang hadir ditengah lapangan. Tambah lagi 10 ribu yang ada di luar stadion. Ya
100 ribuan lah semuanya.
Ngitung gitu
aja, santri NU kelas dasar juga bisa. Gak perlu gelar Profesor, Doktor, apalagi
ahli fisika. Gimana mereka gak ngakak berjamaah melihat klaim "juta"
dari pihak sebelah ?
Lagian yang
hadir juga itu itu aja. Di Monas dulu ya mereka mereka juga. Cuman geser tempat
aja, trus kasih narasi seolah olah didukung seluruh umat Islam di Indonesia.
Saya juga mau
ketawa sekeras kerasnya. Mumpung belum dilarang. Karena ketawa itu menyehatkan
akal, apalagi melihat banyak pria yang shalat dibelakang wanita, dan campur
baur tak keruan, padahal mereka selalu bilang, "Haram bersentuhan dengan
non muhrim" tapi kok tumben tadi pagi semua jadi halal ?
"Itu
darurat !!" Kata mereka kesal. Biji lu darurat. Memang situasi perang ?
Toh perang juga gak gitu gitu amat.
"Lebih
bagus mereka shalat, daripada nggak !" Mereka tambah kesal. Ya shalat juga
ada adabnya, ada tatacaranya, gak bisa seenaknya. Masak, misalnya, kalau tiba
tiba ada shalat berjamaah yang diimami wanita, trus diprotes, langsung ngeles,
"Lebih baik shalat, daripada tidak ?" Ya tidak juga.
Tapi
lumayanlah seharian ketawa membaca bagaimana mereka terus membenarkan apa yang
salah. "Sak karep mu lah.." begtu kata orang Surabaya.
Kaum monaslimin
memang kaum keras kepala. Mirip kaum khawarij jaman Imam Ali jadi khalifah.
Yang sibuk berkata, "Tidak ada hukum selain hukum Allah.." tapi
mereka selalu mengartikan dengan salah.
Pilpres 2019
ini memang unik. Shalat subuh dipake kampanye berjamaah. Untuk mendukung orang
yang kata Rizieq Shihab, "Islamnya tidak jelas.." Tapi mereka
percayai sebagai pimpinan hasil ijtimak ulama.
Negara
berflower memang perlu waktu panjang untuk berfikir cerdas. Tapi lumayanlah
untuk hiburan sepeninggal Srimulat. Minimal setiap kali mereka bergerak,
secangkir kopi pasti tumpah melihat keanehan keanehan yang mereka bawa.
Seruput
kopinya..