![]() |
Gories Mere |
Nama itu
sangat akrab buatku. Aku sering membaca sepak terjangnya saat bom Bali tahun
2002 lalu. Pria asal Flores ini juga dikenal sebagai perintis Densus 88.
Tapi benarkah
yang mengundangku itu pak Gories ? Jangan-jangan hanya jebakan. Pada masa itu,
begitu banyak yang mengincar kepalaku untuk dipenggal gara-gara aku sering
menulis bagaimana pola di Suriah sedang diterapkan di Indonesia.
Tapi rasa
kagumku padanya membuat kaki ini berani melangkah. "Dimana ?"
Tanyaku. Ini pasti asistennya. "Di kafe kecil di sekitar wilayah -
sensor.." Ah, nambah penasaran aja. Antara takut sama pengen tahu aku
melangkah kesana. Benarkah yang mengundang Gories Mere? Atau ini hanya jebakan?.
Aku kirim
pesan ke seorang teman. "Aku ada di kafe ini. Kalau tiba-tiba aku
menghilang, kamu tahu aku ketemu sama siapa.."
Malam itu aku
duduk di dalam kafe kecil. Tidak banyak orang, hanya satu atau dua saja. Duduk
sendirian dan penasaran. Tiba-tiba, ruangan itu sepi. Kemana semua ? Termasuk
waiter dan bartender hilang semua. Pikiran akan diculik memenuhi ruang
pikiranku. "Mati gua.." Mau lari dari sana tapi kok malu.
Agak lama,
sekitar setengah jam, masuklah beberapa orang tegap-tegap. Dan salah satunya wajah
yang aku kenal karena sering kulihat di media. Dialah Gories Mere, sang
legenda.
Tanpa senyum
pak Gories duduk di depanku dan aku diapit banyak pemuda dan beberapa orang
senior disana. Dia langsung menginterogasiku, darimana aku tahu semua pola
kelompok radikal di Indonesia ? Apakah aku punya informan di dalam kepolisian ?
Dengan polos
kuceritakan, aku sering mengamati situasi Suriah. Dan pola pemberontakannya
sama dengan yang terjadi di Indonesia. "Jadi kamu sebenarnya tidak tahu
situasi sebenarnya??" Dia heran. Aku mengangguk. Aku hanya mengumpulkan
keping-keping cerita dan merangkumnya menjadi sebuah analisa. Kebetulan benar
semua..
Pak Gories
tersenyum. Yang lain juga tersenyum aku lega. Kemudian ia mengeluarkan benda
besar dalam saku depannya, semua juga melakukan hal yang sama. Sebuah cerutu.
"Karena kita sudah bersahabat, mari kita nyalakan api perjuangan.."
Katanya.
Ternyata
cerutu itu adalah simbol Densus, yang dibawa oleh Gories Mere dan sudah menjadi
budaya saat mereka berhasil menangkap teroris. Aku baca-baca harganya 1,5 juta
rupiah per batang. Dari Kuba.
Gories Mere
tidak banyak bicara. Ia pendengar yang baik dan mampu menggali informasi dariku
dengan keahliannya yang spesifik. Humble. Otak tajamnya terlihat saat ia
merangkai semua cerita dan membuat kesimpulan yang tepat. Pantas ia menjadi
legenda di detasemen anti teror.
Sudah lama
aku tidak bertemu dengannya. Tapi yang mengerikannya, bayang-bayangnya seakan
mengikuti diriku kemana-mana. "Jangan takut.. " Katanya. "Kamu
aman. Kami ada dimana-mana. Terus menulis untuk mencerahkan.." Dia
bergumam.
Dan saat
kudengar dari Kapolri bahwa Gories Mere menjadi sasaran pembunuhan, aku
tersenyum. Wajar saja. Ia sudah banyak mematahkan gerakan makar dan terorisme
di negeri ini. Mereka pasti benci padanya karena tidak mampu meluaskan
gerakannya selagi Gories Mere masih ada.
Gories Mere
adalah legenda hidup intelijen. Ia belum pensiun. Dan aku bangga pernah duduk
dan ngopi bersamanya.