![]() |
Novel Baswedan |
Baca-baca
berita pagi ini ada yang menarik perhatian saya. Jokowi sudah
memilih panitia seleksi atau pansel untuk mencari pimpinan KPK baru. Yang
menarik, Pansel diharapkan untuk mencari pimpinan KPK yang tidak terpapar
radikalisme.
Ketua Pansel,
Yenti Ganarsih, kemudian menggandeng BIN dan BNPT untuk meneliti rekam jejak
calon pimpinan KPK. Poin utamanya adalah rekam jejak ideologi radikalis.
Kriteria ini
baru saya dengar, dan ikut senang membacanya. Pertanyaannya, kenapa tiba-tiba
faktor radikalisme menjadi pokok perhatian apalagi dalam memilih pemimpin KPK?
Saya
mendengar desas desus sejak lama, bahwa di dalam KPK sendiri, perlahan
berkembang ideologi radikalisme. Bahkan Neta S Pane dari Indonesia Police Watch
pernah menyinggung masalah ini. Di dalam KPK ada dua kelompok yang dikenal
dengan nama "polisi Taliban" dan satunya "polisi India".
Saya kurang
tahu yang dimaksud dengan polisi India. Mungkin mirip dengan polisi India yang
baru datang ketika kejadian sudah selesai. Sedangkan polisi Taliban dimaksud
adalah kelompok agamis dan ideologis.
Dan kelompok
Taliban ini dikabarkan punya posisi sangat kuat di dalam KPK, sehingga
merekalah yang menentukan kasus apa yang harus diangkat ke permukaan dan kasus
mana yang harus dikandangkan.
Jika benar,
ini menarik sekaligus menakutkan. Karena KPK adalah lembaga superbody, atau
tidak ada yang mengawasi. Bahkan keuangannya saja tidak pernah diaudit dan
ditampakkan ke publik saking tertutupnya.
Dengan bahasa
"hukum", KPK sangat bisa memainkan pedangnya ke arah mana yang mereka
mau. Bahkan bisa mengancam siapa saja yang mereka tidak suka. Wong namanya
Superbody, tidak ada yang mengawasi mereka.
Nah
menariknya lagi, ketika beberapa orang KPK mulai tampak ke permukaan, seperti
Bambang Widjojanto dan Novel Baswedan, ternyata mereka condong menjadi musuh
politik Jokowi. Apakah ini kebetulan ? Bisa iya bisa tidak..
BW kita tahu
sekarang menjadi kuasa hukum BPN Prabowo, sekaligus kerja untuk Anies Baswedan.
Dan Novel Baswedan, sepupu Anies, dicalonkan sebagai Jaksa Agung oleh Prabowo
di calon kabinetnya. Cucok, kan?
Saya sejak
lama menjadi pendukung KPK dalam menuntaskan masalah korupsi. Tetapi ketika
melihat yang keluar dari sana tiba-tiba pada jadi kampret, saya agak curiga.
Ada apa di
internal KPK sebenarnya sampai faktor radikalisme menjadi perhatian utama? Apa
sudah berkembang paham itu di dalam KPK seperti halnya di ASN dan BUMN?
Rasanya
pengen seruput kopi. Genderang perang terhadap radikalisme ternyata sudah
ditabuh kencang. Saatnya kencangkan sabuk pengaman..
Markibong,
mari kita bongkar.