![]() |
KPK |
Radikalisme
bisa ada dimana saja. Radikalisme
itu bukan hanya berupa tindakan, tetapi lebih berbahaya adalah ideologi,
terutama ideologi sekarang yang ingin menjadikan Republik ini sebagai negara
agama.
Jauh sebelum
peristiwa Pilgub DKI, saya sudah sering mengingatkan, "Hati-hati,
radikalisme di tempat ibadah kita.."
Dan
akibatnya saya diserang habis-habisan karena dianggap mendeksakralisasi Masjid
yang sudah terpersepsikan sebagai rumah Tuhan dan suci. Masak di tempat suci
ada radikalisme?.
Dan
peristiwa Pilgub DKI 2017, mengajarkan banyak pada kita bahwa radikalisme
sangat mungkin bersembunyi dan menjadikan rumah ibadah sebagai tameng. Sebagai
tempat berlindung supaya tidak terlihat bahwa ada oknum yang punya "agenda
besar".
Masjidnya
tidak salah, tetapi orang yang menjadikan tempat ibadah sebagai gerakan politik
itulah yang salah..
Dan ketika
saya mencoba berbicara bahwa di Komisi Pemberantasan Korupsi ada kemungkinan
radikalisme berkembang, kembali saya dicerca.
"Kamu
mau melemahkan KPK ya ??" Teriak temanku keras. Dia dulu dan saya
sama-sama pendukung KPK saat pertarungan Cicak vs Buaya.
Tidak, saya
bilang. Saya justru mau menyelamatkan KPK. KPK adalah lembaga yang dibangun
dengan kredibilitas tinggi oleh para pendahulunya. Sebagai komisi pemberantasan
korupsi, KPK sangatlah efektif dan keras. Sudah banyak yang jatuh karena
korupsi mereka dibongkar KPK.
Tetapi
dengan semua prestasi itu, apakah orang-orang di dalam KPK suci semua?
KPK tidak
salah, tetapi bisa saja ada oknum yang memanfaatkan pedang tajamnya untuk
kepentingan politik mereka.
Jejak kubu
di dalam sebuah institusi bukan hal baru bagi negeri ini. Ingat dulu berita ada
kubu hijau dan kubu merah di tubuh tentara jaman orde baru ? Kenapa tidak
mungkin situasi yang sama ada dalam tubuh KPK?
Yang pasti,
bagian dari perang Jokowi terhadap radikalisme di tubuh KPK, bukan ingin
melemahkan institusinya. Tetapi justru ingin mensucikannya kembali, supaya
tidak ada yang menunggangi KPK demi kepentingan ideologi dan politiknya. Tetapi
kembali pada relnya..
Pembentukan
Pansel KPK untuk mencari pemimpin yang bebas jejak radikalisme tentu harus kita
dukung. Dan faktor "bebas radikalis" itu bukan sekedar ucap saja,
karena tidak ada asap tanpa ada api. Tidak ujug-ujug, pasti ada jejaknya..
Kecurigaan
itu disampaikan dengan berani oleh Neta S Pane dari Indonesian Police Watch,
bahwa di tubuh KPK ada kubu yang bermain, yang disebutnya sebagai Polisi
Taliban dan Polisi India.
Jelas polisi
Taliban itu mengacu pada ideologi sebagian anggota yang bersifat keras. Bahkan
ada kabar juga, di dalam kantor KPK sekarang sudah sangat "syari".
Bagaimana
seandainya pedang tajam KPK sekarang dipakai untuk menghantam orang-orang yang
tidak sevisi politiknya? Atau dengan alasan membongkar kasus lama, tetapi
mempunyai agenda politik untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah ?
Bukan
paranoid, tetapi potensinya sangat memungkinkan untuk itu. Karena KPK adalah
lembaga superbody, yang tidak punya pengawasnya. KPK bisa lebih besar dari
pemerintahan itu sendiri karena hanya dialah lembaga yang berdiri sendiri.
Kewaspadaan
tidak perlu ditanggapi berlebihan, justru harusnya membuat kita mawas diri.
Negeri ini sudah terlalu dalam virus radikalismenya yang ingin menghancurkan
demokrasi. Mereka ada dimana-mana, bahkan ada di lembaga yang memegang hukum
sebagai panglimanya..
Mari dukung
Jokowi untuk bersih-bersih KPK dari unsur radikalisme. KPK punya kita, dan kita
harus menjaganya bersama..
Markibong,
mari kita bongkar. Salam
seruput kopi.