![]() |
Radikalisme |
DennySiregar.id, Jakarta - Saya membagi
radikalisme itu dalam empat tingkatan.
Tingkatan
paling tinggi adalah produsen.
Produsen ini
adalah pencipta, penggerak termasuk penyandang dana gerakan radikal.
Ini kelompok
kecil yang menciptakan model khilafah untuk kepentingan ekonomi dengan bahasa
ideologi. Mereka sudah punya tujuan besar dan jangka panjang dengan dana yang
tidak terbatas. Produsen ini bukan hanya perorangan, bisa juga negara.
Tujuannya untuk membangun negara khilafah bisa macam-macam, mulai dari
penguasaan sumber daya alam sampai jualan senjata.
Tingkatan
menengah adalah distributor.
Pendistribusian
konsep khilafah ini menarik. Mereka menggunakan banyak elemen mulai
"ustad" "ulama" bahkan sampai lembaga donasi dan NGO
seperti White Helmet di Suriah. Mereka melakukan perekrutan, pengkaderan sampai
penempatan orang-orang mereka yang sudah masuk pada level menengah atau disebut
sebagai agen. Distributor ini berfungsi sebagai pihak yang menghubungkan antara
Produsen dan agen.
Dibawah
distributor ada agen.
Agen-agen ini
biasanya kader matang yang sudah mendapatkan pelatihan dan juga pendanaan.
Biasanya bajunya agamis dan mentasbihkan diri sebagai tokoh agama. Mereka
inilah yang bergerak di lapangan. Infiltrasi kepada lembaga negara termasuk TNI
melalui agen-agen ini dan dilakukan lewat pengajian, jumatan dan hal-hal yang
berbau keagamaan.
Agen ini
biasanya ideologis. Sudah sulit diubah pemikirannya karena merekalah pembawa
pesan di lapangan. Tujuan mereka merekrut dan menjual produk agama
sebanyak-banyaknya melalui komunitas sekaligus menciptakan jaringan-jaringan di
masyarakat, bisa melalui ormas-ormas.
Tingkatan
paling bawah dan "paling banyak" adalah konsumen.
Mereka adalah
orang-orang awam yang tertarik dengan konsep khilafah melalui propaganda di
tempat-tempat ceramah. Pengetahuan mereka tentang agama biasanya minim, karena
itu menjadi sangat fanatik.
Saya
sebenarnya lebih suka menyebut konsumen dalam konsep ini sebagai korban. Mereka
inilah yang disebut sebagai orang yang "terpapar".
Ideologinya
terbatas dari ilmu yang mereka dapat dari "ustad"nya atau orang yang
digelari "ulama" atau "habib". Ada yang sekedar ikut-ikutan
trend, gagah-gagahan dan ada yang juga yang niat awalnya ingin memulai hidup
lebih baik dengan konsep "hijrah".
Dalam melawan
radikalisme, saya selalu mengajak banyak pihak untuk merangkul para korban ini
dan memberikan mereka pemahaman yang benar. Mereka hanya dimanfaatkan oleh
pihak tertentu saja karena kekurangan pengetahuan.
Banyak dari
mereka yang sebenarnya sudah kembali kepada NKRI melalui gerakan ustad dan
ulama yang cinta negeri, juga melalui program deradikalisasi. Mereka punya
kesempatan yang sama hanya butuh waktu pendewasaan dalam memahami agama. Kelak
dengan pendekatan yang tepat dan pergaulan yang luas, para konsumen ini akan
kembali ke masyarakat biasa.
Sebagian lagi
malah menjadi militan karena menjauhkan diri dari pergaulan. Mereka inilah yang
potensial menjadi pengantin bom bunuh diri.
Membasmi
radikalisme akan berhasil jika kita semua memahami tingkatan-tingkatan ini.
Kita hantam
habis-habisan tiga tingkat diatas konsumen dan simbol-simbol mereka, dan
merangkul para konsumen atau korban supaya tidak menjadi bagian dari
radikalisme.
Kalau kita
menghantam semua, maka kelak negeri ini akan pecah berantakan karena itu sama
saja dengan memerangi saudara sebangsa sendiri.
Semoga paham, teman. Seruput kopinya..