![]() |
Densus tangkap Teroris |
DennySiregar.id, Jakarta - Saya pernah punya
teman keteknya bau banget.. Tapi gada
yang mau mengingatkan. "Sungkan.." kata mereka. Akhirnya, karena
pusing setiap dekat dia, saya tegur ketika lagi berduaan, "Pake deodoran
dong, kasian yang lain jadi kebauan.."
Eh, dia
tersinggung. Saya dimusuhi dan dijauhi. Padahal apa yang kukatakan benar dan
itu nasihat baik, ternyata bagi dia itu seperti mempermalukannya.
Denial atau
menyangkal. Itulah yang dia lakukan. Dia tidak merasa bahwa dirinya bermasalah,
sehingga tidak pernah mau memperbaiki dirinya.
Inilah yang
terjadi pada beberapa penganut agama Islam di negeri ini, dan mungkin di banyak
negara.
Banyaknya
teroris yang meledakkan dirinya, jelas-jelas mereka menganut agama Islam,
terlihat dari rekam jejak mereka. Tapi banyak yang menyangkal dengan kata,
"Mereka tidak beragama.."
Bahkan
seorang Busyro Muqoddas, Ketua PP Muhammadiyah dan mantan Ketua KPK pengganti
Antasari Azhar, dengan sengit membantah dan tidak mau dikaitkan dengan Islam.
Ia bahkan
berhalusinasi bahwa teroris di Medan itu aktornya negara. Dan ia menyerang
pemerintah karena selalu mengaitkan teroris dengan simbol agama. "Guru
ngaji itu simbol agama.." katanya protes, saat Densus 88 mengkonfirmasi
seorang guru ngaji sebagai otak bom Medan.
Kenapa
menyangkal? Jelas-jelas teroris di Medan rajin datang ke pengajian, celananya
cingkrang dan istrinya bercadar. Itu sudah simbol di mereka yang menganut agama
Islam.
Seharusnya
kita yang beragama Islam mulai instropeksi, ada yang salah dengan situasi ini.
Dan mulai berbenah, diawali dengan menyisir para penceramah radikal di masjid dan
pengajian, bukannya sibuk cari alasan sana sini.
Akuilah,
bahwa banyak teroris disini itu beragama Islam. Tidak perlu dibilang mereka
tidak beragama segala. Orang juga tahu kok, yang salah bukan agamanya, tetapi
oknum yang menjalankan agama. Kenapa mesti malu?
Anggap itu
sebagai pelajaran, supaya para ulama, para kyai, para habaib di negeri ini
mulai mengatur barisan kembali supaya nama Islam tidak tercoreng disini. Selalu
menyangkal, menunjukkan kita bodoh. Tidak pernah belajar apapun dari situasi
yang terjadi.
Saya sendiri
tidak merasa malu. Bahkan sejak beberapa tahun lalu memerangi oknum yang
menyalahgunakan nama agama yang saya anut. Kalau bukan orang Islam sendiri yang
memperbaikinya, lalu siapa lagi?
Entar kalau
yang Kristen, Hindu atau Budha menyinggungnya, ngambek lagi. Trus demo
bersilid-silid, nuding penista agama. Kapan dewasanya?
Seperti teman
yang bau ketek itu, akhirnya menjadi bahan omongan disana sini dan ia dijauhi,
karena tidak mau mendengar nasihat orang lain. Padahal nasihat itu biasanya
datang dari orang dekat, kalau orang jauh pasti gak mau negur, cuman meludah
saja.
Ayo dewasa,
supaya kita sama-sama bisa mencari solusinya. Tinggal mengakui, apa susahnya?
Jangan usia doang yang tua, kelakuan kayak ABG yang pertama kali datang bulan.
Akhirnya jadi
bahan ejekan dan bahan sindiran oleh agama lain. Lebih malu-maluin kan?
Ya sudah,
kalau tetap gak mau, anggap saja teroris itu tidak beragama. Berarti orang yang
tidak beragama, dia athletis. Karena kalau beragama, dia pasti tesis..
Puas? Seruput koncinya.