![]() |
FPI |
"Bang, seberapa susah sih
membubarkan FPI?". Tanya seorang teman mewakili banyak pertanyaan lainnya.
Dan pasti yang nanya nadanya gemas dan geram, kok bisa negara kalah sama ormas?. "Susah banget.." Kata
saya.
FPI dalam sejarahnya dibentuk
tahun 1998, 4 bulan setelah Soeharto lengser. Banyak kabar yang mengatakan
bahwa FPI dibentuk dan dipelihara oleh TNI dan Polri. Salah satu bocoran
beritanya dari Wikileaks.
Wikileaks mengatakan bahwa FPI
dulu didanai mantan Kapolri Jenderal (Pur) Sutanto. Fungsi FPI adalah sebagai
"attack dog" atau bumper ketika menghadapi gejolak yang mengancam
pemerintahan.
Apa yang dilakukan Sutanto ini
bisa diterima akal, karena pada masa itu segala aksi TNI dan Polri dipantau
ketat oleh lembaga HAM luar. Daripada selalu jadi sasaran pelintiran HAM,
mending biar FPI aja yang kerja. Begitu kira-kira pemikiran para petinggi pada
waktu itu.
Tapi -menurut Wikileaks lagi- Sutanto
menstop aliran dana untuk FPI sesudah mereka menyerang Kedubes AS tahun 2006.
Dengan stopnya dana dan dibuangnya FPI dari kalangan militer, maka FPI menjadi
Ronin- istilah ninja yang tak bertuan.
Puncaknya adalah saat Jokowi
menjadi Presiden dan menghapus dana bantuan sosial atau bansos kepada ormas-ormas.
Makin kelaparan-lah mereka. FPI pun bergerak mencari pendanaan dari mana saja
untuk membiayai organisasinya. Dari uang sumbangan sukarela, mana cukup.
Ternyata situasi FPI yang menjadi
Ronin ini dimanfaatkan banyak pihak yang membutuhkan massa. Mulai dari dukungan
politik sampai pengerahan aksi massa. Maka tumbuh besarlah FPI karena aksi
promo-nya yang memanfaatkan nama agama.
Situasi ini terbangun belasan
tahun lamanya. Ibarat kanker, mereka sudah berakar sangat kuat, apalagi banyak
pihak yang membutuhkannya. FPI masalahnya bukan musuh dari luar, tetapi mereka
juga rakyat Indonesia, sehingga cara penanganannya harus berbeda.
Mencabutnya dengan begitu saja,
bukan membuat tubuh menjadi sehat tetapi malah menjadi sakit karena mereka
dengan mudah berpindah dan mendapat dukungan banyak pihak, terutama lawan
politik Jokowi.
Itulah mungkin salah satu alasan
yang mendasari Jokowi mengangkat Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri.
Sebagai seorang pakar di bidang radikalisme dan terorisme pak Tito pasti punya
resep ampuh untuk menyembuhkan negara.
FPI sekarang berada pada situasi
puncak akibat berhasil menggalang massa pada aksi-aksi besar di 411 dan 212.
Kalau "memukulnya" sekarang jelas salah, karena mereka akan
menerapkan strategi "playing victim", strategi yang sangat mereka
sukai dalam menghadapi tekanan.
Ibaratnya. FPI itu pengendara
motor. Meski mereka yang salah, kalau ketabrak mobil, mereka yang ngotot minta
ganti rugi. Karena dalam hukum di jalan raya, pengendara motor - jika melawan
mobil - hukumnya tidak pernah salah. "Motor kan posisinya lemah, "
begitu kira-kira pikiran mereka.
Dan -saya suka- dengan strategi
pak Tito dalam menghadapi FPI ini. Tapi kalau saya jelaskan sekarang, ntar
statusnya kepanjangan. Pasti bosen bacanya.
Jadi, mendingan sruput kopi dulu
aja.. Kapan-kapan saya ceritakan ya..
"Kapan, bang?".
"Ntar kalau mba Anissa Pohan
yang cantik udah ngga marah-marah".