![]() |
Ahok |
Korupsi e-KTP bisa jadi termasuk
mega korupsi. Proyek sebesar 6 triliun itu melibatkan banyak orang ternama dan
aliran dana ratusan miliar untuk meng-golkan-nya.
Dari pengembalian dana e-KTP ke
KPK saja yang melibatkan 14 saksi dari anggota DPR sampai pengusaha, sudah
terkumpul 250 miliar rupiah. Kerugian negara diperkirakan 2,3 triliun rupiah,
bahkan mungkin lebih besar.
Tapi menarik melihat ada anomali
dibalik korupsi e-KTP ini. Dan anomali itu bernama Ahok. Melacak jejak
keterlibatan Ahok dalam korupsi ini, saya menemukan beberapa fakta yang
mengagetkan.
Pada saat mega korupsi itu
terjadi, Ahok duduk sebagai anggota DPR RI dari Golkar di komisi II. Ahok
ternyata tercatat sebagai orang yang menentang pembuatan e-KTP itu.
"Dari dulu saya sudah protes
di komisi II enggak perlu bikin e-KTP. Pakai BPD ( Bank Pembangunan Daerah )
saja seluruh Indonesia. Kayak mahasiswa bank bikinin, bukti KJP pakai bank DKI,
sama kan. Ngapain bikin begitu uang triliunan.." kata Ahok gemas.
Bahkan Ahok -yang terkenal pelit
itu- berteriak, "Ngapain boros-boros biaya, kasih saja e-KTP itu di buat
serta dikelola BRI. Selain praktis, dapat dipakai jadi ATM sekalian. Semua Masyarakat
Indonesia yang berumur 17 tahun punya ATM. Kalau bisa begitu, BRI mungkin saja
jadi bank terbesar se Asia Tenggara".
Teriakan Ahok ini meresahkan
banyak orang -teman-temannya sesama anggota DPR-. Mereka mendesak pimpinan
fraksi untuk memindahkan Ahok dari komisi II.
Nurul Arifin kemudian mendatangi
Ahok dan menyampaikan keluhan mereka. "Hok, ini fraksi ngomong ke gue nih,
lu mau dipindahin dari Komisi II. Karena kasus e-KTP, lu itu terlalu galak dan
ribut-ribut melulu, mana lu mau bikin pembuktian terbalik, UU Pemilukada,
macem-macem, jadi lu mau dipindahin.." ancam Nurul Arifin.
"Pindah kemana?" Tanya
Ahok heran.
"Komisi VIII bidang
agama.." Kata Nurul Arifin.
Ahok digertak begitu bukannya
mengkeret. Ia balik mengancam, " Oke, lu kasih tahu tuh fraksi ya,
bos-bosnya semua, nanti kalau gue di Komisi VIII, gue bongkar tuh mark up dana
naik haji semuanya'. Yang bongkar non-Muslim pula".
Nurul Arifin yang ditugaskan
melobbi Ahok seperti menemui batu karang. Ia kemudian melapor bahwa Ahok ga
bisa di hohohihi seperti anggota DPR lainnya. Lebih bahaya Ahok di komisi
agama, bisa kacau kalau ia bongkar markup dana haji yang nilainya segede gajah
tapi gak terliat itu.
Beberapa hari kemudian, dengan
kesal dan frustasi Nurul Arifin nyamperin Ahok lagi. "Sekarang lu mau
gabung ke komisi mana? Asal jangan gabung di Komisi II lagi karena komisi lagi
bikin UU Pemilukada dan keberadaan lu ngerepotin',"
Ahok dengan santai ala Donnie Yen
yang menghadapi 10 karateka Jepang dalam Ip Man pertama, berkata, "Di
komisi mana pun gue berada, pasti keberadaan gue buat lu orang sakit
kepala,".
"Ya sudah, lu tetap di
Komisi II saja, tapi jangan banyak ngomong ya," Nurul Arifin pasrah
bongkokan. Ia sudah capek ngerayu Ahok yang teguh seperti pria jomblo tak
pernah kesepian.
Sebelum akhirnya Golkar bergabung
dengan koalisi partai pendukung Ahok, Nurul Arifin termasuk orang yang selalu
berbicara keras tentang Ahok di media massa. Mungkin ia dendam, kak emma..
Ahok memang tidak banyak bicara
tentang e-KTP lagi sesudah itu, sampai kemudian korupsi ini terbongkar oleh
KPK. Dan kemungkinan ia termasuk yang selamat karena tidak menerima uang
sepersenpun disana.
Tinggal mereka yang dulu
memusuhinya karena sikap kerasnya, kelojotan ketika KPK mulai bermain keras
dengan membongkar korupsi besar itu.
Jadi tahu kan siapa Ahok
sebenarnya?
Begitu mudah dan menggiurkannya
peluang bagi dia waktu itu disana. Bisa jadi mulut tajamnya ditutup sekian
belas miliar rupiah dan ia melenggang sebagai orang kaya raya. Tapi ia tidak
mau dan terbukti keputusan itu menyelamatkannya sekarang ini.
Tuhan masih sayang padanya.
Sambil seruput secangkir kopi
saya membayangkan, jika saya ada di posisinya belum tentu saya bisa seteguh
dia. Mungkin saya ada di barisan yang sama dengan mereka-mereka yang
mengembalikan duit ke KPK.
Ah, Ahok... boleh saya tuang
secangkir kopi sasetan untukmu? Ajarkan saya tentang keteguhan dalam bersikap
yang benar. Yang bisa bersikap sepertimu
hanya orang yang sudah selesai dengan dirinya.