![]() |
Catur |
Gelombang aksi dan peristiwa yang
terjadi beberapa waktu ini, targetnya sebenarnya satu yaitu Jokowi.
Bisa dibilang sesudah Jokowi
memimpin, banyak hal tak terduga terjadi yang membuat banyak pihak shock terutama
mereka yang puluhan tahun merasakan "manisnya" gula Indonesia. Gurita
mafia yang selama ini menguasai perekonomian negara dibabat tanpa ampun. Kolusi
dan korupsi disikat tanpa pandang bulu.
Sentakan itu tidak hanya dialami
oleh para garong lokal saja. Bahkan Singapura yang selama ini menjadi surga
penyimpanan uang haram dan mendominasi seluruh perdagangan di Asia Tenggara
ikut gerah.
Tax Amnesty yang diluncurkan
Jokowi mengancam pengendalian uang yang selama ini menjadi unggulan mereka.
Bahkan dibangunnya pelabuhan-pelabuhan berjaring dalam konsep Tol Laut,
mengancam kedigdayaan mereka.
Hanya masalahnya, bagaimana cara
menjatuhkan Jokowi?
Jokowi mendapat kepercayaan kuat
dari mayoritas rakyat Indonesia. Karena itu tidak ada partai disini yang berani
mengancam kedudukannya secara terang-terangan sebab itu akan berpengaruh pada
menurunnya tingkat kepercayaan publik kepada mereka.
Jalan terbaik adalah mengganggu
kinerjanya.
Gelombang aksi besar sejak bulan
November -meski temanya tentang Ahok- tujuannya adalah membunuh kepercayaan
investasi asing di masa pemerintahan Jokowi. Investor yang sudah commited akan
memasukkan dananya ke Indonesia, dipaksa berfikir ulang karena negara ini
dibuat tidak aman.
Selain itu cara lain yang dipakai
adalah dengan memanfaatkan isu perseteruan petani Kendeng dengan PT Semen
Indonesia di Rembang. Isu ini sengaja dibawa ke pusat dengan harapan terjadi
tingkat penurunan kepercayaan masyarakat pada Jokowi karena ia tidak pro rakyat
kecil dan melindungi korporasi besar.
Dengan begitu, diharapkan tingkat
kepercayaan investor juga turun karena berinvestasi di Indonesia menjadi tidak
pasti, rentan gugat dan dibatalkan sepihak.
Segala cara dipakai dengan
memanfaatkan masalah yang terjadi. Apapun masalahnya, bawa ke pusat dan hantamkan
ke wajah Jokowi. Situasi ini akan terus berlangsung sampai 2019 -pilpres-
dengan harapan tambahan, elektabilitas Jokowi turun saat itu. Dan Jokowi sangat tahu itu.
Beruntungnya Jokowi tidak terbawa
dalam arus permainan mereka. Jokowi tidak reaktif terhadap isu yang dibawa ke
depannya, karena ia tahu bahwa reaksi yang salah akan dijadikan senjata baru
bagi mereka yang ingin menjatuhkannya.
Ketenangan Jokowi dalam
menghadapi pelbagai isu yang dilemparkan padanya menentukan langkah yang
diambilnya.
Lihat, bagaimana ia tetap
memperbolehkan aksi besar di Jakarta. Ia seperti membuka keran supaya airnya
jangan tersumbat. Mengalir saja terus, karena jika disumbat pipa akan meledak.
Tetapi ia juga memegang kartu-kartu para penggerak aksi, supaya tidak bertindak
lebih jauh dengan anarkis.
Datangnya pimpinan beberapa ormas
Islam ke Wiranto, Menkopolhukam beberapa waktu lalu, menunjukkan bahwa tugas
mengendalikan mereka ada di pundak sang Jenderal. "Biarkan mengalir, tapi
kendalikan.."
Karena itulah, Jokowi tidak
bereaksi banyak terhadap peluru-peluru yang ditembakkan kepadanya. Ia
mempercayai para pembantunya untuk menyelesaikan semua masalah-masalah itu.
Lalu apa kerja Jokowi?
Jokowi memusatkan seluruh tenaga
dan pikirannya dalam menyelesaikan pembangunan infrastruktur dimana-mana.
Itulah kenapa kita melihat Jokowi ada di beberapa proyek besar yang sudah atau
sedang di bangun. Mulai dari pembangunan jalan, waduk, pos perbatasan sampai
pembangkit listrik.
Bahkan ditengah semua guncangan
itu, prestasi besar kembali diraih dengan beroperasinya pembangkit listrik
tenaga panas bumi terbesar di dunia, di Tapanuli. Proyek yang terbengkalai
selama 23 tahun, diselesaikan dalam waktu 3 tahun.
Sesuai namanya "Percepatan
Pembangunan", Jokowi fokus dalam mengejar target-targetnya.
Boleh dikatakan, Jokowi
sebenarnya sekarang sedang menguasai permainan, hanya tidak banyak yang sadar.
Ahok dijadikan decoy atau umpan, sehingga semua serangan berfokus kesana.
Dengan begitu, tidak ada yang mengusiknya dalam menyelesaikan target
pembangunan yang sedang digarapnya.
Sengaja dilarutkan persidangannya
dan di boost ke media massa setiap dampaknya supaya teralihkan. Mirip pesawat
tempur yang mengalihkan perhatian rudal yang menujunya dengan melontarkan
pengalih hawa panas. Dan hebatnya, tetap saja lawannya
tidak sadar itu..
Perang menuju pilpres ini semakin
menarik. Penguasaan wilayah sangat penting disini. Karena itu Jakarta bisa
menjadi panas begini berhubungan dengan penguasan wilayah. Sesudah Jakarta,
Jabar yang dekat dengan pusat akan menjadi medan pertarungan kedua.
Sambil seruput kopi, saya masih
tetap memegang Jokowi. Track recordnya dalam menghancurkan KMP dan menguasai
Golkar menunjukkan ia bukan pemain rendahan. Bahkan bagaimana ia bisa menjadi
seorang Presiden, meskipun bukan pemimpin partai menunjukkan kualitasnya.
"Saya senang kalau
diremehkan.." begitu katanya beberapa waktu lalu. Dan meremehkan Jokowi
adalah kesalahan terbesar lawannya. Sampai sekarang..