![]() |
Genosida di Rwanda |
Tahun 1994, terjadi genosida di
Rwanda, sebuah negara di Afrika. Diperkirakan lebih dari satu juta orang tewas
dalam beberapa bulan, akibat kebencian. Peristiwa Rwanda dipicu oleh kebencian
yang terus menerus ditiupkan untuk membangkitkan kebanggaan suku Hutu terhadap
suku Tutsi.
Pada masa itu sangat sulit
menjadi suku Tutsi karena mereka dicari dan diburu oleh suku Hutu. Genosida itu
akhirnya dihentikan sesudah Front Patriotik Rwanda masuk dan menghentikan
genosida. FPR dipimpin oleh Paul Kagame -yang notabene dari suku Tutsi- yang
sekarang masih menjadi Presiden Rwanda.
Tahun 2014, Rwanda memperingati
20 tahun genosida itu. Menarik bahwa Rwanda tidak pernah mempermasalahkan
"siapa yang benar dan siapa yang salah" pada waktu genosida itu.
Mereka hanya menyesalkan
"tragedi kemanusiaannya".
Dan itu menjadi atraksi yang
menarik dalam pagelaran mengingat kembali peristiwa 1994, sebagai bagian dari
sejarah gelap kemanusiaan di Rwanda. Sejarah gelap ini perlu diingatkan,
sebagai pembelajaran untuk menghargai kembali nilai-nilai kemanusiaan di
Rwanda, apapun sukunya..
Indonesia pernah mengalami
situasi yang mirip dengan Rwanda..
Tahun 1965 - lebih tua dari
genosida Rwanda - terjadi genosida di seluruh negeri terhadap mereka yang
dituding komunis. Dimana-mana terjadi pembantaian. Sungai dikabarkan pada waktu
itu berwarna merah karena darah dan tubuh tanpa kepala mengapung di mana2.
Genosida tahun 1965 juga memakan
korban - diperkirakan - sampai sejuta orang. Peristiwa menyakitkan ini adalah
sejarah gelap dalam bangsa kita, bahwa kita pernah lupa jika kita ini adalah
manusia.
Apa yang berbeda antara Rwanda
dan Indonesia ? Yang berbeda ternyata adalah cara menyikapinya.
Rwanda memperingati tragedi 1994
itu dengan tema "kemanusiaan", sedangkan Indonesia masih berkutat di
"siapa yang benar dan siapa yang salah".
Itulah kenapa kita sulit menjadi
negeri maju, karena jari sibuk menuding sana sini. Ada kelompok yang sibuk
ingin "meluruskan sejarah siapa dalang pembantaian PKI" dan ada
kelompok lain yang "paranoid PKI".
Kedua kubu ini sama-sama ekstrim,
tanpa pernah berusaha melihat sisi lain yaitu tragedi kemanusiaannya. Kita
sibuk #save tragedi kemanusiaan di negeri lain, tapi tidak sibuk #save tragedi
kemanusiaan di negeri sendiri..
Mungkin Presiden Joko Widodo bisa
memulai hal ini, memperingati tragedi 1965 dari sisi kemanusiaannya, bukan dari
siapa yang benar dan siapa yang salah. Kita bersatu untuk "tidak lagi
mengulang hal yang sama". Bahwa nilai kemanusiaan jauh lebih tinggi dari
apapun di dunia..
Indonesia itu negara besar di
Asia Tenggara, masak kalah dewasa dengan negara kecil di Afrika seperti Rwanda?
Malu dong ah... Seruputtt..