![]() |
Jokowi |
Dalam sebuah diskusi, seorang
teman berkata dengan keras, “Jokowi tidak pro rakyat kecil!”.
Baca: BELAJAR DARI JOKOWI
Saya tanya dari sisi mana dia
berargumen begitu, dan dia memberi contoh dengan tidak tegasnya pemerintah
terhadap kasus Meikarta dan Reklamasi..
Saya senyum saja, karena memang
sudut pandangnya berbeda jadi sulit memberikan argumen jika tidak diakhiri dengan
debat panjang.
Definisi “Rakyat kecil”, menurut
teman saya adalah para pengusaha kecil dan menengah yang tidak sebesar
pengusaha Meikarta dan pulau Reklamasi.
Teman saya mungkin tidak
menyadari bahwa menurut BPS ada lebih dari 7 juta penganggur terbuka di
Indonesia. Dan mereka adalah rakyat kecil.
Angka 7 juta itu belum ditambah
dengan jumlah pekerja yang bekerja di sektor swasta dengan upah kerja sangat
rendah, seperti contoh kasus pabrik petasan yang terbakar kemarin. Dan ini bisa
sangat banyak.
Apalagi terjadi pergeseran
ekonomi dan teknologi yang sedang melanda dunia saat ini.
Baca: CARA PERANG JOKOWI
Otomatisasi gerbang tol
diperkirakan akan merumahkan ribuan orang, meski pihak Jasa Marga mengklaim
tidak akan memPHK karyawan. Belum pabrik2 yang lebih suka menggunakan teknologi
daripada tenaga manusia yang lebih mahal biayanya.
Bank-bank mempensiunkan dini
karyawannya karena sudah ada mobile bank. Ritel-ritel besar berguguran karena
pola ekonomi sudah menyebar.
Apakah Jokowi mendiamkan hal ini
begitu saja ? Mereka yang menjadi korban adalah rakyat kecil, kelompok
masyarakat yang tidak masuk dalam definisi temanku itu.
Dengan pola pergeseran ekonomi
dan tehnologi ini, diperkirakan ke depan ada puluhan juta rakyat kecil yang
membutuhkan pekerjaan.
Karena kalau mereka tidak bekerja,
tidak ada yang belanja dan perputaran uang di masyarakat tersendat sehingga
bisnis besarpun ambruk, negara bisa terancam kolaps.
Baca: MARKETING ALA JOKOWI
Pandangan temanku sebagai
pengusaha kecil jelas lebih sempit daripada pandangan seorang Presiden seperti
Jokowi yang harus melihat dari banyak sisi.
Karena itu Jokowi banyak
membangun infrastruktur yang menyerap tenaga kerja. Diharapkan pembangunan ini
menyerap lebih dari 7 juta tenaga kerja di bidang infrastruktur.
Jokowi juga mencanangkan program
“CashforWork” yang harus dimulai 2018. Cash for work adalah program penyerapan
200 tenaga kerja dari desa dengan menggunakan dana desa. Jika itu berhasil,
diperkirakan ada 15 juta tenaga kerja yang terserap disana.
Lalu apa hubungannya dengan
Meikarta dan Reklamasi?
Jelas hubungannya ada di
penyerapan tenaga kerja. Meikarta sendiri diperkirakan menyerap lebih dari 7
juta pekerja. Sedangkan pulau Reklamasi diperkirakan menyerap lebih dari 1 juta
pekerja.
Jadi, kuncinya ada di sana,
kenapa Jokowi harus mengambil kebijakan yang tidak populer bagi dirinya. Karena
ia berfikir jauh lebih besar dan ke depan, mengantisipasi apa yang akan terjadi
nanti.
Dan penyerapan tenaga kerja
sekarang ini adalah solusi jangka pendek, karena dalam jangka panjang yang
diharapkan adalah hasil pembangunan infrastruktur nanti akan menyerap investasi
asing dan jelas akan menaikkan sektor ekonomi di wilayah yang infrastrukturnya
sudah kuat.
Seorang Jokowi bukanlah Superman.
Dia ada pada situasi membenahi kerusakan yang terjadi sekian lama dan tidak
mungkin akan selesai hanya pada periode ia memimpin saja. Ia berpacu dengan
waktu supaya masalah tenaga kerja ini tidak menjadi bom waktu.
“Jadi begini...” Aku menoleh ke
temanku untuk memberikan penjelasan, tapi dia ternyata sudah tidak ada. Dan
sedihnya ibu warkop berpesan, “Temannya tadi bilang abang yang bayar. Dia makan
tahu isi lima dan kopi dua..”
Kopiku dingin bersamaan dinginnya
keringatku karena tahu uang di dompet tinggal lima ribu.