![]() |
Scam Alert |
Pernah diundang seminar MLM?
Pasti pernah. Dan apa kesamaan
dalam sebuah seminar MLM apapun produknya?
Ya. Kisah sukses.
Kisah sukses diperlukan dalam
membangun kepercayaan sebuah bisnis, terutama dalam bidang penjualan produk.
Kisah sukses itu memotivasi dan mengangkat kepercayaan diri para penjual
produk, seperti sukses orang yang lebih dulu menjual sebelumnya.
Kisah sukses ini berbeda dengan
iklan. Jika iklan hanya menampilkan bagusnya produk, kisah sukses berbicara
tentang bagusnya seseorang. Siapapun ingin sukses dalam hidupnya. Siapapun.
Karena kesuksesan itu nikmat adanya.
Dan apa ukuran kisah sukses?
Jalan ke luar negeri. Mobil
mewah. Apartemen atau rumah. Dan semua materi bling-bling yang membuat mata
silau. Materi itu harus ada, karena sukses itu membutuhkan wujud.
Ini ilmu psikologi dasar. Dan
sangat dipahami oleh para pemain bisnis kawakan, terutama mereka yang bermain
skema Ponzi.
Kisah sukses itu bisa dimainkan
oleh para pelaku penjual produk ataupun para pemilik produk. Biasanya kalau
pemilik produk memamerkan kesuksesan dirinya, itu untuk membangun kepercayaan.
Seperti kisah First Travel, yang pemiliknya harus terlihat kaya supaya orang
percaya akan produknya.
“Masak orang kaya nipu?”
Begitulah bangunan kepercayaan yang dibangun dibenak sehingga memunculkan
keyakinan.
Pertanyaannya, bisakah kisah
sukses itu dibuat meski dia sebenarnya belum sukses?
Sangat bisa. Sebagai contoh teman
saya dulu terpaksa harus merogoh koceknya sendiri untuk jalan-jalan ke luar negeri
dan meng-upload fotonya di medsos sambil berkomen, “Ini berkat jualan produk
MLM. Ayo, kamu juga bisa. Sudah saatnya kamu sukses”.
Saya tahu, karena teman saya itu
pinjam duit untuk keluar negeri ya dari saya, dengan janji akan dikembalikan
berlipat nanti jika sudah sukses. Saya ya goblok kok percaya aja... Mungkin
karena berharap teman saya bisa sesukses yang diharapkannya.
Dan dia sukses memang. Maksudnya,
sukses mengajak orang yang ingin jalan-jalan ke luar negeri seperti dia. Orang yang
sudah menjadi downline-nya dia, diajarkan untuk melakukan hal yang sama...
Kenapa dia begitu? Untuk
mengembalikan investasi yang terlanjur dia masukkan. Dia harus bermain drama
karena sudah terjebak dalam permainan drama besar. Namanya, permainan mimpi.
Sampai satu saat saya berusaha
membangunkannya. “Bangun, itu hanya angan-anganmu saja. Ayo kita kerja
beneran..”
Dan apa yang terjadi? Dia marah
besar. Saya sudah merusak mimpinya dan mengguncang keyakinannya. Dia anggap
saya tidak tahu apa-apa dan ketinggalan zaman. “Tunggu sekian tahun lagi, satu
saat bisnis ini besar dan kamu akan menyesal”.
Saya pernah melihat bagaimana
mengerikannya ketika mimpi itu mencengkeram seseorang. Dia terjebak dalam
angan2nya. Dia sibuk dengan dunia indahnya. Dia berenang dalam lautan mimpinya.
Apakah tidak ada hasilnya? Saya
yakin pasti ada. Tapi hasil itu sendiri tidak membuatnya beranjak keatas
seperti yang diimpikannya. Buktinya, sampai sekarang dia belum kembalikan duit
saya..
Dari situlah saya mendapat banyak
pelajaran, bahwa angan2 adalah perampok terbesar dalam hidup kita. Keinginan- keinginan
yang terus dipelihara dengan membuat ukuran berdasarkan “apa yang dilihatnya”,
membuat seseorang seperti kecanduan narkoba.
Setahu saya hidupnya terus
kekurangan, karena gaya hidupnya yang berlebihan. Pengeluarannya lebih besar
dari pendapatan. Ia harus terus memamerkan kemewahan -dengan hutang kemana-mana-
hanya untuk membangun kepercayaan orang lain bahwa dirinya sudah sukses.
Dengan itulah dia mendapatkan
pendapatannya. Menjual mimpi kepada para pemimpi.
Seorang bijak pernah berkata,
“Kekayaan terbesar manusia sejatinya adalah rasa cukup”.
Sayangnya, tidak banyak orang
yang mempunyai rasa cukup dalam hatinya, karena kembali silau ketika orang lain
memamerkan “kisah suksesnya”.
Sudah malam, ada kopi ada rokok
tapi gak ada korek apinya. Ya, saya bermimpi saja sedang merokok, kan sama saja
nikmatnya.