![]() |
PADI |
"Tempe sekarang setipis
ATM.."
Begitu tulis Sandiaga Uno sambil
memamerkan ATM dan tempe di salah satu akun media sosialnya. Sontak tulisan
Sandiaga Uno ini menjadi viral dan dikutip banyak pendukung Jokowi dengan
caption melecehkan karena apa yang ditulis tidak sesuai dengan kenyataan.
Saya tidak ingin mengomentari
komentar Sandi ini. Saya hanya ingin memberikan sedikit pandangan terhadap
"strategi marketing" yang dilakukan Sandi terkait pertarungan Pilpres
2019 dimana dia menjadi Cawapres Prabowo Subianto.
Ini bukan komentar
"receh" pertama Sandi. Sebelumnya dia komen tentang seorang emak
bernama Lia yang membawa uang seratus ribu dan hanya bisa membeli cabe dan
bawang saja. Dan model "receh" seperti ini akan terus dimainkannya
sebagai bagian strategi..
Kenapa Sandi harus main recehan
begitu?
Nama Sandiaga Uno sesungguhnya
tidak dikenal di banyak daerah di Indonesia. Ia hanya dikenal di kalangan
perkotaan saja. Karena itulah ia mencoba mengangkat namanya melalui media
sosial supaya terus dibicarakan orang. Dengan melakukan gerakan receh ini ia
berharap namanya terangkat pelan-pelan.
Dan Sandi "merasa" ia
berhasil. Setidaknya begitu menurut timsesnya. Ia memang suka "agak
aneh" sejak menjadi Wakil Gubernur, dengan gaya silat bangau dan sedikit
lawakan slapstick ia berharap sosoknya mulai dilirik.
"Pemimpin milenial"
begitulah dia membungkus dirinya supaya dikenal. Tapi benarkah ia dikenal di
kalangan milenial ?
Survei dari Centre for Strategic
& Internasional Studies CSIS yang membedah tentang pilihan generasi
milenial di medsos, ternyata tidak menempatkan Sandiaga Uno dalam peringkat
berapapun. Malah Ridwan Kamil yang menempati peringkat ketiga sesudah Jokowi
dan Prabowo.
Lucunya Lingkaran Survey
Indonesia LSI malah meneliti, bahwa Sandi kalah populer di kalangan milenial
dibandingkan Kiai Ma'aruf Amin.
Ini mengherankan disaat Sandi
berusaha keras untuk mengenalkan dirinya sebagai pemimpin milenial, generasi
milenial justru sama sekali tidak mengenal dirinya.
Sandiaga Uno mungkin
"fun", tetapi ia bukan yang harus dipilih jika menjadi pemimpin.
Karena untuk menjadi pemimpin, syaratnya harus lebih dari sekadar menjadi
seorang pelawak slapstick.
Sandi mungkin lupa bahwa
terpilihnya ia sebagai Wakil Gubernur DKI bukan karena milenial memilihnya,
tetapi karena Anies Baswedan yang menjadi alternatif oleh mereka yang condong
"asal bukan Ahok". Gaya lawak Sandiaga Uno sama sekali tidak
berpengaruh apa-apa selama ini.
Bahkan model "recehan"
seperti yang dilakukan Sandiaga Uno bisa menjadi bumerang terhadap dirinya, dan
Prabowo tentunya yang sudah menggambarkan dirinya dengan gaya gagah, militer,
tegas eh disampingnya malah ngajak lucu-lucuan.
Sebagai seorang pengusaha, ia
seharusnya menampilkan dirinya dengan gaya elegan dan pintar, bukan dengan gaya
lawakan. Apalagi dengan munculnya pengusaha muda pembanding dirinya seperti
Erick Thohir yang sekarang menjadi Ketua Timses Jokowi.
Jomplang banget modelnya. Survei
sudah membuktikan..
Ibarat makanan, Sandiaga Uno itu
keripik tempe. Harganya murah dan dijual dipinggir jalan. Ia ada sebagai
makanan alternatif pengisi perut, bukan yang utama. Dibeli jika sedang suka
saja. Bahkan jika disuruh memilih ayam goreng atau keripik tempe sebagai teman
nasi, ia akan ditinggalkan karena tidak mengenyangkan..
Sungguh, jika saya Sandiaga Uno,
saya akan memecat timses saya yang sudah membentuk diri saya menjadi seorang
badut bukan tercitra sebagai pemimpin masa depan yang cemerlang.
Bagaimana bisa rakyat negeri ini
mempercayakan Indonesia pada seorang yang bahkan tidak tercitrakan gemilang ??
"Saya senang dengan gaya
Charlie Chaplin di filmnya, tapi kan gak mungkin saya memilihnya jika ia
mencalonkan diri jadi Presiden Amerika? Mengurus negara itu bukan
lawakan.." Kata seorang teman pendukung Prabowo yang sedang kerja di
kejauhan.
Mungkin Sandi harus merenungkan
ini dalam-dalam sambil seruput secangkir kopi sebagai teman.
Bagi dong keripik tempenya.
Kriukkk.
Sumber: Tagar.id