![]() |
Budaya Bali |
Dua tahun saya tinggal di Bali..
Selama disana saya meresapi aura adat dan budaya yang begitu
kental. Mulai dari upacara pembakaran mayat yang disebut Ngaben dan upacara
menyucikan diri yang dikenal dengan nama Melasti.
Bagi saya Bali itu indah dengan begitu banyaknya ragam
budaya yang menyatu dengan wisatanya. Bali menyatukan unsur modern dan
tradisional dalam satu paket yang menjadikan ia begitu berwarna.
Satu kesamaan yang saya lihat dalam setiap upacara adat dan
budaya di Bali adalah adanya kehadiran para pecalang. Pecalang adalah komunitas
masyarakat yang bertugas mengawasi dan menjaga keamanan desa adat dan banjar.
Para pecalang ini yang mengatur lalu lintas dan menjaga keamanan setiap upacara
adat.
Sampai sekarang saya masih terkesan dengan Bali dan begitu
juga banyak orang lainnya. Itulah kenapa Bali selalu menjadi destinasi wisata
nomer satu bagi turis dalam dan luar negeri, karena mereka bukan hanya menjual
obyek wisata tetapi juga kemagisan upacara-upacara adatnya.
Membaca tragedi perusakan properti acara sedekah laut di
Pantai Baru Bantul Yogyakarta oleh 50 orang yang katanya bercadar, saya jelas
miris sekaligus marah.
Acara yang sebenarnya menjadi adat dan budaya masyarakat
sana dirusak oleh sebagian orang yang berbeda keyakinan karena dinilai syirik.
Sedihnya lagi pihak polisi yang akhirnya bergerak cepat menangkap beberapa
terduga pelaku terpaksa harus melepaskan mereka karena tidak ada yang mau
menjadi saksi.
Ada tangan-tangan yang memang didoktrin untuk menghancurkan
adat dan budaya yang sudah menjadi tradisi sebagian masyarakat Indonesia.
Mereka memaksakan keyakinan dirinya dengan keyakinan orang lain yang berbeda
dengannya. Mirip dengan ISIS ketika menghancurkan peninggalan-peninggalan
budaya di Suriah dan Irak dengan alasan peninggalan yang berusia ribuan tahun
itu syirik dan musrik.
Perbedaan keyakinan itu seharusnya tidak menjadi alasan bagi
sebagian orang untuk merusak keyakinan orang lain. Dan ini harus menjadi
perhatian utama bagi Pemda dan aparat setempat untuk terus menjaga adat dan
budaya yang selama ini sudah menjadi warna bagi bangsa ini.
Belajarlah dari Bali, yang menghadirkan pecalang sebagai
penjaga keamanan upacara mereka. Para penggagas upacara adat kedepannya bisa
bekerjasama dengan aparat setempat atau minimal koordinasi dengan Banser NU di
wilayah mereka, sehingga bisa beribadah dengan tenang tanpa harus memikirkan
keamanan dirinya.
Meski ibadah itu tujuannya damai tetapi kita harus menjaga
diri sendiri dari niat-niat tidak baik yang ada di sekitar kita. Sedia payung
sebelum hujan, adalah pepatah baik yang harus kita pegang.
Kejadian di Bantul itu adalah pelajaran bagi semua supaya
bisa mulai menjaga dirinya. Dan jangan pernah takut dengan tekanan sekelompok
orang yang memaksakan keinginannya. Karena sekali kita takut, mereka akan
mendominasi alam pikir kita.
Belajar jugalah dari Mardani Ali Sera. Dia sendiri tidak takut untuk ngevlog di kuburan.
Mungkin dia pikir, kalau tidak ada manusia hidup yang mendengarkan, yang sudah
meninggal siapa tahu mau menghargai apa yang dia katakan. Meski isi pidatonya sendiri
meragukan..
Secangkir kopi sore ini nikmat sekali. Seruput dulu ah.