![]() |
Prabowo Subianto |
Prabowo Subianto lahir dalam
keluarga "sendok emas".
Ia tidak pernah berada dalam
kondisi kesulitan ekonomi. Ayahnya adalah tokoh ekonomi, kakeknya adalah
pendiri BNI. Jadi sejak lahir, Prabowo tidak pernah merasakan bagaimana
sulitnya berjuang untuk mendapatkan sedikit kesejahteraan. Ia selalu dalam
kondisi kenyang.
Itulah kenapa ketika ia berbicara
tentang kemiskinan, ia menjadi gagap. Kemiskinan baginya berada di dunia yang
berbeda dengan dunia yang diketahuinya. Prabowo seperti orang yang tidak pernah
datang ke Singapura, lalu bicara panjang lebar tentang keindahan kota itu.
Bagaimana bisa?
Miskin versi Prabowo berbeda
dengan konsep miskin yang diketahui banyak orang. Miskin bagi Prabowo adalah
"tidak pernah ke hotel bintang lima" sampai "kecilnya gaji
wartawan". Kalau mengikuti konsep miskin versi Prabowo yang punya tanah
belasan hektar khusus untuk membangun rumah pribadi, kuda berharga puluhan
miliar rupiah, tentu kelas menengah juga dibilangnya miskin.
Dan ketidaktahuan Prabowo tentang
kemiskinan ini terlihat jelas dari gesturnya saat berpidato. Ia selalu
membandingkan sesuatu dengan dirinya yang kaya raya, sering masuk hotel mewah,
bepergian dengan jet pribadi ke mana saja dan mendapat pelayanan bak raja-raja.
Perhatikan pidato Prabowo saat ia
berada di hadapan warga Boyolali.
"Sebut aja hotel paling
mahal di dunia, ada di Jakarta. Ada Rich Carlton, ada Waldorf Astoria, ngomong
aja kalian nggak bisa sebut dan macam-macam itu semua. Dan saya yakin kalian
nggak pernah masuk hotel-hotel tersebut, betul?"
Di sini saja terlihat Prabowo
meremehkan warga Boyolali yang dianggapnya miskin semua. Atau setidaknya
kampungan. Ia membandingkan situasi warga Boyolali dengan dirinya yang sering
keluar masuk hotel mewah. Buatnya, kalau tidak pernah masuk ke sana, pasti
miskin.
Padahal jika Prabowo mau masuk
sejenak ke dunia yang berbeda dengannya, ia akan menemukan kebahagiaan warga
Boyolali tidak ditentukan oleh seberapa sering dia masuk ke hotel mewah.
Bahkan makan di tengah sawah pun
adalah kemewahan yang tidak dapat diungkapkan bahkan oleh seorang Prabowo yang
kaya raya. Kenapa? Karena kekayaan versi Prabowo ukurannya adalah harta,
sedangkan banyak warga ukurannya adalah ketenteraman jiwa.
Dari sini saja Prabowo sudah
salah besar. Apalagi ditambah kalimat berikut ini,
"Mungkin kalian diusir,
tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang kalian ya tampang orang
Boyolali ini."
Ini sudah masuk ranah penghinaan.
Karena Prabowo seakan menuding tampang orang Boyolali adalah tampang yang tidak
pantas berada di hotel mewah dan diusir layaknya gelandangan.
Padahal, tidak ada hukumnya
sebuah hotel mewah mengusir orang berdasarkan tampangnya, apakah dia bertampang
Boyolali, Cianjur, ataupun Madura. Selain menghina warga Boyolali, Prabowo juga
memfitnah hotel bintang lima di Indonesia yang dianggapnya hanya menerima tamu
berdasarkan tampangnya.
Dari sini kita bisa melihat,
Prabowo gagap berbicara dengan rakyat. Ia cenderung meremehkan dan mengukur
dengan materi yang ia dapat. Lalu bagaimana jika kelak ia menjadi Presiden
nanti? Bisakah ia berbahasa yang sama dengan rakyat yang akan dipimpinnya
nanti? Atau malah ia ingin diperlakukan seperti raja jika kelak ia memimpin
nanti?
Hanya secangkir kopi yang bisa
menjawabnya, saat Prabowo menjadi Presiden di tahun 2091 nanti.
Seruppputt.
Tagar.id