![]() |
Anies Baswedan dan Novel Baswedan |
DennySiregar.id, Jakarta - Saya itu senang
menganalisa sesuatu berdasarkan kepingan-kepingan informasi kemudian
menyusunnya menjadi sebuah gambar besar.
Kesenangan
ini membuahkan sebuah analisa yang kadang berguna untuk melihat pola apa yang
sedang dipakai oleh sebuah kelompok. Dan lumayan berhasil ketika menggambarkan
"niat" kelompok demo saat 411 dan 212. Tulisan saya bisa selangkah
didepan gerakan mereka.
Itulah kenapa
mereka sangat marah ketika niatnya terbongkar. Dan yang mereka lakukan juga
polanya sama, menuduh buzzer, penjilat, dibayar istana dan segala macam.
Kadang,
bahkan banyak teman juga termakan pembunuhan karakter ala mereka. Sedih memang.
But the show must go on. Urusan saya adalah bagaimana membaui tempat
persembunyian kelompok radikal ini, bukan melayani debat yang tidak berujung
pangkal.
Masalah KPK
ini sudah lama saya dengar dari banyak informasi baik dari internal maupun dari
pengamat luar. Tapi saya menahan diri, tidak semua informasi bisa menjadi
kepingan berharga.
Alarm saya
kemudian berbunyi saat melihat seorang BW menjadi pembela saat di MK. Bukankah
dia dulu ada di KPK? Bukankah dia juga sekarang ada di tim seorang pejabat DKI
?
Dari situlah
saya menelusuri kepingan2 lain supaya analisa ini menjadi sebuah kesimpulan
yang kuat.
Akhirnya saya
menemukan fakta, bahwa KPK yang menurut informasi akurat dikomandani oleh NB
yang sudah berada disana 12 tahun lamanya, sama sekali tidak pernah curiga
dengan apa yang dilakukan sepupunya AB, selaku pejabat daerah.
Bahkan ia
mendapat 3 penghargaan dari KPK.
Padahal aroma
kolusi penerbitan IMB reklamasi sangat kuat sekali. Itu proyek ribuan trilyun
rupiah, yang kata BTP, retribusi tambahannya kalau 15 persen saja, DKI bisa
dapat lebih dari 100 triliun rupiah.
Tapi KPK
seolah tutup mata dan tutup telinga. Malah sibuk OTT ikan-ikan kecil dengan
tangkapan ratusan juta rupiah, dengan drama dan publikasi yang sungguh luar
biasa.
Saya akhirnya
bisa mengambil benang merah, alasan kenapa BW ada disana.
Sebagai orang
yang pernah ada di dalam KPK, BW sangat paham kinerja KPK. Ini sangat berguna
jika ia menjadi tim pejabat daerah. Ia bertugas "mengamankan" sistem
proyek supaya aman dari jeratan KPK.
Maksud
"aman" disini bisa saja bukan bagian dari pencegahan, tetapi juga
supaya tidak terendus.
AB memang
punya ambisi pribadi untuk menjadi RI1. Itulah kenapa dia butuh mesin-mesin yg
bekerja untuk membangun jalannya ke depan. Dan mesin apalagi yang cocok jika
itu bukan KPK ?
Kenapa KPK
menjadi mesin yang cocok ?
Ya, pastilah.
KPK adalah lembaga superbody, jadi tidak punya pengawas dan bebas menyadap
siapapun yang mrk suka. Mereka independen dan sudah terlabeli "suci".
Membongkar kebusukan mereka harus rela dilabeli "pro koruptor".
Dengan semua
fasilitas itu, paling enak menembak musuh-musuh AB kelak, sekaligus mengamankan
semua perangkat untuk kemudahan AB bergerak.
Siapapun
calon kelak yang berhadapan dgn AB, sadap, dan tembak lewat opini di media
bahwa dia korupsi. Selesai sudah. Berguguran satu persatu dan AB melenggang dgn
mudah.
Sudah mulai
paham dan merasa ngeri ?
Itulah kenapa
penting menguasai KPK sekarang yang sudah dikuasai demi kepentingan. Marwah KPK
sebagai pemberantas korupsi harus kembali, bukan menjadi agen politik yang
disalahgunakan.
Dan saya
harus maklum dgn teman2 yg termakan propaganda bela KPK. Karena selama ini di
benak mereka KPK adalah "pahlawan" dan harus diselamatkan.
Inilah
keberhasilan org2 di dalam KPK membangun citra. Mirip orang yg masih percaya
bahwa PKI masih menjadi momok yang menakutkan di era sekarang ini.
Seandainya
saja, banyak dari kita mau melihat lebih luas sebuah masalah, tentu perdebatan
dukung dan tolak revisi UU tidak akan terjadi.
Sejak lama
sudah banyak orang yg mengingatkan bahayanya KPK jika superbody, termasuk salah
satu perumus UU KPK, almarhum Adnan Buyung Nasution.
Jadi paham
kan, kenapa orang-orang di dalam KPK ngamuk ketika disebut sebagai
"Taliban" ? Itu pukulan telak, ketika cadar mereka terbongkar bahwa
ada agenda besar yg mereka jalankan dgn memanfaatkan mesin yang ada. Wuih,
habis karakter saya dibunuh mereka lewat media.
Tapi sekali
lagi, the show must go on..
Sambil seruput kopi.