![]() |
Kerjasama Indonesia-China |
Jakarta -
“Hati-hati, mulai 2020 nanti Indonesia bisa bergolak.." Begitu kata
seorang teman mengingatkan. Ia lalu bercerita tentang rencana
"perang" Jokowi dengan negara Uni Eropa, yang akan dikenal dengan
perang Nikel.
Nikel ? Ya,
Nikel. Nikel adalah salah satu sumber alam terbesar Indonesia. Kita bahkan
punya cadangan sampai 200 tahun ke depan. Terbesar ke 6 di dunia.
Apa hebatnya
Nikel?
Nah, ini dia.
Nikel adalah salah satu unsur penting untuk membuat baja. Tanpa Nikel, tidak
ada yang namanya stainless steel yang sekarang sudah masuk ke kebutuhan pokok
manusia.
Selama ini
kita selalu mengekspor bahan mentah Nikel ke seluruh dunia. Di negara sana
Nikel diolah dan diekspor kembali ke Indonesia dalam bentuk silet, peralatan
dapur, sampai bahan konstruksi.
Kita ekspor
mentahnya murah, tapi kita impor barang jadinya mahal. Negara lain yang dapat
keuntungan, bukan kita. Kita cuman "diperah" susunya saja, dagingnya
mereka yang makan.
Inilah yang
buat Jokowi murka. Dia lalu memerintahkan, "Stop ekspor Nikel! Bangun
industri pengolahan disini dan ekspor barang jadinya bukan mentahnya!"
Niat Jokowi
ini mendapat momen ketika Uni Eropa melarang perdagangan sawit yang menjadi
komoditi andalan Indonesia. "Sekalian saja, kita stop ekspor Nikel ke
mereka.." kata Jokowi.
Ngamuklah Uni
Eropa. Industri baja yang selama ini jadi andalan mereka akan runtuh dan itu
akan mempengaruhi ekonomi mereka. Ratusan ribu pegawai akan kehilangan
pekerjaan. Dan ini berbahaya untuk kestabilan politik mereka.
Jokowi memang
gila. Dengan cueknya dia bilang, "Suka suka kita, wong kita yang
punya.."
Makin
ngamuklah Uni Eropa.
Tapi mau
ngamuk giman? Dibelakang Jokowi ada China yang lebih santun dalam berdagang.
China butuh Nikel untuk mobil listrik mereka yang akan mereka produksi besar2an
tahun 2035.
Untuk apa
Nikel di mobil listrik? Untuk batere lithium lah. China memastikan mereka akan
investasi di Indonesia membangun pabrik batre lithium besar. China masukin duit
kesini, sedangkan Uni Eropa cuman main perah saja.
"Terus
bahayanya Indonesia dalam situasi seperti itu dimana?" Tanyaku.
Kalau melihat
pola dari yang apa yang sudah dilakukan Uni Eropa dan sekutu mereka Amerika,
kemungkinan mereka akan menggoyang Indonesia lewat kelompok radikal.
Kelompok
radikal - yang sering dijuluki kadrun - sudah tumbuh subur di negeri ini sejak
jaman SBY, akan dipake sebagai senjata. Demo besar akan digerakkan supaya
chaos.
Musuh politik
akan dibangun sebagai kekuatan baru yang bersahabat dengan negara barat. Sedangkan
Jokowi akan dicap "komunis" karena lebih dekat dengan China seperti
Soekarno dulu.
Bisa jadi
Rizieq di Saudi juga sedang dipersiapkan untuk memimpin revolusi dgn konsep
revolusi Islam seperti yang pernah terjadi di Iran.
Itulah kenapa
pemerintahan Jokowi ini seperti sangat berhati2 dalam menangani kelompok
radikal. Terlalu keras, bisa memunculkan isu baru yang akan digoreng keluar
seperti etnis Uighur di China. Terlalu lunak, mereka akan berkembang biak lebih
banyak.
Cara yang
lebih baik adalah biarkan mereka ada, tapi diawasi terus dan dilokalisir. Kalau
mulai bandel, jitakin kepalanya sampe benjol tapi jangan mati, nanti jadi
senjata api.
Tahun depan,
siapkan cangkir kopi yang banyak karena perang kita akan semakin luas. Seperti
kata pepatah, "kampret hilang, kadrun terbilang". Seruputt.